Alasan RI Perjuangkan Demokrasi Pasca Rezim Soeharto

 Menteri Luar Negeri Retno Marsudi
Sumber :
  • VIVA / Fajar GM

VIVA – Menteri Luar Negeri Retno Marsudi membeberkan alasan Indonesia memperjuangkan penegakan demokrasi langsung pasca-tumbangnya rezim Soeharto pada 1998.

PM Singapura akan Temui Jokowi Pekan Depan, Bahas Energi Hingga IKN

Menurut Retno, bangsa Indonesia tidak puas meski Soeharto berupaya membangun pertumbuhan ekonomi yang stabil selama 32 tahun berkuasa. Suatu negara sejatinya membutuhkan juga aspek-aspek lain, seperti kebebasan berpendapat dan keterlibatan rakyat dalam penentuan pemerintahan, di samping pertumbuhan ekonomi semata.

"Memang benar bahwa sebelum 1998, pertumbuhan ekonomi tahunan kami tinggi. Dengan demikian, mengapa rakyat Indonesia masih melakukan reformasi? Karena mereka memang membutuhkan demokrasi. Mereka membutuhkan transparansi. Mereka membutuhkan pemerintahan yang baik," ujar Retno dalam pidato pembukaan Bali Democracy Forum (BDF) ke-11 di Nusa Dua, Bali, Kamis, 6 Desember 2018.

Menlu Singapura Bertemu Jokowi di Istana Negara, Ini yang Dibahas

Selain itu, Retno menyampaikan, laju pertumbuhan ekonomi yang secara statistik tercatat tinggi juga tidak berarti pemerataan kesejahteraan terjadi secara nyata. Sistem demokrasi langsung diyakini membuat rakyat bisa benar-benar menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi secara merata.

"Pertumbuhan ekonomi yang tinggi itu tidak selalu berarti kesetaraan dan pembagian kemakmuran untuk semua," ujar Retno.

4 Jenderal yang Berani Menentang Soeharto, Keluarga Dipersulit hingga Dicopot Jabatan

Retno menyampaikan Indonesia meyakini promosi demokrasi langsung untuk diterapkan oleh banyak negara di dunia bisa membuat kesejahteraan penduduk dunia juga meningkat secara beriringan.

"Sistem demokrasi yang bagus memungkinkan dilakukannya check and balance, kontrol dari rakyat, yang telah kami buktikan juga bisa mencegah korupsi," ujar Retno.

Resmi dibuka

Sementara itu, Bali Democracy Forum (BDF), resmi dibuka untuk pelaksanaannya yang kesebelas di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Kamis, 12 Juni 2018.

Acara dihadiri perwakilan dari 92 negara berupa kepala pemerintahan, Menteri Luar Negeri, duta besar, dan pejabat-pejabat pemerintahan lainnya. Selain itu, ada juga perwakilan dari organisasi internasional seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB), ASEAN, hingga Uni Eropa.

Berdasarkan pantauan VIVA, pembukaan dilakukan dengan penekanan tombol virtual di layar raksasa oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, dan Presiden Nauru Baron Waqa.

BDF ke-11 mengambil tema 'Democracy for Prosperity' atau 'Demokrasi untuk Kemakmuran'. Selama dua hari hingga Jumat esok, 7 Desember 2018, forum akan mempromosikan prinsip-prinsip demokrasi yang berlandaskan pluralisme, keragaman, inklusivitas, dan berbasis inisiatif masyarakat lokal (home-grown).

Selain itu, ada juga pembahasan mengenai penguatan kelembagaan, kesejahteraan dan keadilan ekonomi, teknologi dan inovasi, kesetaraan, dan pembangunan berkelanjutan. BDF kali ini juga diselenggarakan secara bersamaan dengan Bali Democracy Student Conference (BDSC) dan Bali Civil Society and Media Forum (BCSMF). (yns)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya