Nuansa Dakwah dalam Keluarga Islam Pasangan Indonesia-Jepang

Acara silaturahmi anggota Ispan di Jepang.
Sumber :
  • Dok. ISPAN

VIVA – Membina rumah tangga dari sebuah pasangan yang berbeda bangsa dan keyakinan menjadi sebuah tantangan tersendiri. Beberapa warga negara Indonesia yang bekerja di Jepang, menikah dengan pasangan yang berkewarganegaraan Jepang. Sebelum dilangsungkan pernikahan, dibuat kesepakatan terkait dengan masalah perbedaan keyakinan.

Viral Wanita Berhijab Nikah di Gereja, Wamenag: Tak Tercatat di KUA

Yukiko Sugano (47) saat menikahi laki-laki Indonesia, memilih untuk masuk agama Islam yang dianut pria pilihannya itu. Sebelumnya Yukiko mengenal agama Islam saat berlibur di Bali. 

“Saya ada ketertarikan untuk soal agama. Saya pernah ke Israel. Saya juga ke India dan belajar tentang Hindu. Saya lalu ke Bali. Kebetulan saya suka selancar. Di situ saya banyak kenal teman beragama Islam," ujar Yukiko. 

Disiarkan Live, Venna Melinda & Ferry Irawan Menikah Hari Ini

Lantaran ingin dekat dengan teman-teman di Bali, Yukiko yang berprofesi sebagai desainer, memutuskan untuk tinggal di Singapura. Saat liburan, ia kerap berkunjung ke Bali.

“Di situ saya tinggal di lingkungan teman-teman dari Bali. Saya tinggal selama 1,5 tahun dan belajar tentang Islam. Saya ketemu suami di Bali pada saat berselancar. Saat itu saya belum masuk Islam," ujar ibu 3 anak ini.

Ayus-Nissa Sabyan Tak Direstui Keluarga, Ini Kata Ririe Fairus

Saat sudah mantap dengan pilihan pasangan hidup dan perpindahan keyakinan yang sebelumnya ia anut, Yukiko memutuskan untuk memeluk agama Islam dan menikah dengan pria Indonesia. 

Perubahan yang terjadi dalam kehidupan Yukiko itu tidak menghambat hubungan dengan orangtua dan keluarga. Namun, saat keseharian tinggal bersama orangtua, ada beberapa hal yang berbeda.

Yukiko Sugano berfoto bersama keluarga di Sekolah RI Tokyo, di Tokyo, Jepang.

“Saya menikah saat saya usia 30 tahun. Orangtua saya tidak masalah saya memeluk agama Islam. Umumnya orangtua di Jepang memberi kebebasan kepada anak-anaknya dalam hal kehidupan pribadi," ujarnya. 

Dia menambahkan, "Kami tinggal 13 tahun dengan orangtua saya. Lama-lama mereka paham kehidupan Islam. Saat masak, alat masaknya dibedakan. Mereka minum alkohol, kami  tidak. Orangtua saya juga lihat kami salat atau ngaji. Tapi mereka ya tidak apa-apa."

Pendidikan agama terhadap anak-anak dilakukan secara bersama antara Yukiko dengan sang suami. Yukiko dan suami menekankan pengajaran agama secara lembut dan sabar kepada anak-anak. Anak-anak selama di sekolah, lanjut Yukiko, tetap merasa nyaman meski berbeda keyakinan dengan lingkungan sekolah.  

“Anak saya yang laki-laki pulang lebih awal dari sekolah di hari Jumat untuk salat Jumat. Dia juga tidak merasa aneh karena harus bawa bekal dari rumah sementara teman-temannya tidak. Teman-teman sekolah anak saya dan guru-gurunya sudah tahu anak saya beragama Islam, tapi mereka sangat menerima,” ujar Yukiko.

Warga Jepang lainnya, Kiyomi Takeuchi (39) juga bersuamikan orang Indonesia. Ibu 2 anak yang juga  memeluk agama Islam ini mengatakan, Jepang memberi keleluasaan dan fasilitas ibadah bagi umat Islam. Lingkungan keluarga Kiyomi juga menerima dengan baik saat ia memeluk Islam dan menikah dengan sang suami.

“Kalau dari pengalaman saya orangtua awalnya kesulitan menerima adanya perbedaan. Tapi karena masih dalam konteks keluarga mereka masih menerima saya sebagai anak. Termasuk saudara-saudara dan teman-teman saya. Perubahan dalam diri saya mereka melihat masih dalam konteks yang wajar ya," kata Kiyomi.

Sementara Safri Asaad (39), warga negara Indonesia yang beristri Jepang menjelaskan, mengajarkan pendidikan agama Islam kepada istri dan anak dibutuhkan kesabaran. Termasuk di antaranya memberi pemahaman bahwa Islam adalah agama yang menganjurkan penghargaan dan berbuat baik terhadap sesama manusia.

“Dakwah yang saya sampaikan kepada istri saya, pertama saya kenalkan mengenai Tauhid, itu yang utama. Lalu salat. Pelan-pelan saya ajari. Setidaknya dia bisa lakukan sekali dalam sehari. Memang kita butuh proses dalam syiar dalam rumah tangga. Tidak bisa sekali langsung masuk," ujar Safri. 

Dia melanjutkan, "Yang kita ajarkan bahwa Islam itu ramah, saling menghargai sesama manusia, menghargai perbedaan. Tantangan terberat sebetulnya dari keluarga istri. Butuh kerja keras untuk menjelaskan dan banyak sabar. Alhamdulillah mereka sekarang sudah bisa menerima," ujar Safri yang sudah menikah selama 12 tahun.

Dakwah Islam 

Warga Indonesia yang bermukim dan beristri orang Jepang membentuk wadah bernama Istri Islam Japan (ISPAN). 

Ketua ISPAN Rio Bertoni kepada VIVA menjelaskan, ISPAN didirikan sebagai sarana silaturahim dam komunikasi bersama antaranggota. Tidak hanya soal budaya dua negara Indonesia dan Jepang, komunikasi yang berlangsung juga seputar masalah agama.   

“Intinya ISPAN itu hadir untuk membangun dakwah di internal keluarga dan jaringan kawan-kawan yang notabene adalah orang-orang Jepang. Karena kita sadar ke depannya generasi kita harus bisa terbangun paham-paham agama yang cukup baik di lingkungan mereka. Karena menjadi tanggung jawab kita selaku orangtua dari anak-anak untuk mendidik mereka agar paham tentang agama," ujar Rio.

Organisasi Istri Islam Japan (ISPAN) menggelar tablig akbar di Jepang.

Rio menambahkan, pertemuan antarpasangan keluarga kerap dilakukan. Ajang ketemu itu menjadi sarana untuk saling berbagi pengalaman dalam membina hubungan keluarga dan pendidikan agama.

“Pola dakwahnya hanya sebatas kegiatan sederhana. Misalnya kegiatan dakwah kumpul bersama keluarga, saling bertukar pikiran lalu bercerita di kalangan istri. Bagaimana paham tentang Islam untuk bisa berbagi dengan yang lain,” ujar Rio.

ISPAN, lanjut Rio, juga berkolaborasi dengan organisasi keagamaan yang ada, baik itu antarkelompok orang Indonesia di Jepang maupun dengan organisasi kemasyarakatan di Jepang. Baru-baru ini ISPAN mengadakan kegiatan tabligh akbar dengan menghadirkan Ustaz Haikal Hassan di Nagoya dan Tokyo.

Kepada VIVA, Ustaz Haikal Hassan mengapresiasi dakwah yang dilakukan ISPAN. Hasan Haikal berpendapat agar dakwah yang dilakukan dengan akhlak yang baik dan mengenalkan Islam sesungguhnya.

“Islam mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan yang ada. Islam mengajarkan toleransi dan Rahmatan lil Alaminn. Tidak ada pemaksaan dalam Islam," kata Haikal Hassan.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya