Logo ABC

Mengapa Negara-Negara Kaya Sasaran Empuk Kematian Dahsyat Corona

Pekerja medis di salah satu rumah sakit di New York yang kewalahan dengan banyaknya kasus COVID-19.
Pekerja medis di salah satu rumah sakit di New York yang kewalahan dengan banyaknya kasus COVID-19.
Sumber :
  • abc

Inilah kisah para dokter dan perawat yang senantiasa menjalankan tugasnya menyelamatkan nyawa. Tapi virus corona terlalu berat untuk ditangani.

Unit gawat darurat, koridor-koridor rumah sakit disesaki pasien yang ketakutan, para dokter yang terpaksa mengambil keputusan berat: siapa yang akan mendapat ventilator siapa yang tidak.

Kita telah melihat kesedihan dan kekecewaan di balik masker para tenaga medis. Mayat-mayat korban bergelimpangan, bahkan ada yang dikuburkan bertumpuk-tumpuk dalam satu lubang.

parkiran.jpg Mayat korban COVID-19 disimpan di parkiran bawah tanah di Barcelona, ketika pengurus jenazah di Spanyol sempat kehabisan tempat penampungan.

AP: Emilio Morenatti

Semua ini terdengar seperti kejadian ratusan tahun lalu. Atau, jika terjadi sekarang, tempatnya di negara yang jauh.

Tapi ini benar-benar terjadi. Kekayaan dan obat-obatan modern yang dimiliki negara-negara "dunia pertama" ternyata tak dapat mencegah penyebaran COVID-19 yang mengerikan bagi warganya.

Tidak ada penjelasan tunggal

Kita sudah tahu penyebab utamanya: respon yang lambat, kurangnya alat tes dan alat pelindung diri (APD) di banyak negara. Dalam hal ini, Australia menjadi contoh keberhasilan di antara negara-negara kaya.

Menurut para pakar, ada beberapa faktor mengapa negara lain dalam kelompok negara kaya mengalami kegagalan yang begitu buruk.

us mati.jpg Setidaknya sudah 90 ribu warga Amerika Serikat yang meninggal akibat COVID-19.

Reuters: Mike Segar

Data dari Universitas Johns Hopkins di Amerika Serikat mengungkap sejumlah hal. Tapi mungkin yang paling menyolok adalah AS, Inggris, Italia, Prancis, dan Spanyol kini memiliki 70 persen dari total kematian COVID-19 di dunia.

Semua negara itu kaya dan memiliki sistem kesehatan yang canggih. Meski persentase kematian sudah menurun, namun pukulannya sudah begitu berat, dan bahkan potensi ancaman di masa depan tetap nyata.

Negara seperti Rusia dan Brasil sekarang terancam masuk dalam negara-negara yang paling parah tersebut.