Dubes China untuk RI Tuding AS Provokator Perang Dingin Baru

Dubes China untuk Indonesia, Xiao Qian (kiri)
Sumber :
  • VIVAnews/Dinia Adrianjara

VIVA – Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian menuding Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo menebarkan aneka hasutan dan serangan terhadap negaranya dalam kunjungan sang menteri ke Indonesia.

Jokowi Tegaskan Freeport Bukan Milik Amerika Lagi, tapi Indonesia

Dalam keterangan tertulis yang diunggah di laman Id.chineseembassy.org, Qian membeberkan sedikitnya tujuh hal atas penilaian buruk China atas kunjungan Pompeo ke Indonesia. Pompeo, Qian menuduh, telah memprovokasi hubungan Tiongkok-Indonesia dan mengganggu perdamaian dan stabilitas kawasan.

Tindakan dan pernyataan keliru Pompeo belakangan ini, katanya, makin menyingkapkan intensi buruk AS sekaligus menggarisbawahi adanya masalah serius di dalam internal AS.

Edi Purwanto Paparkan Kinerja DPRD Jambi di Hadapan Wakil Konsul AS

Qian menegaskan, pilihan rakyat China yang memungkinkan Partai Komunis Tiongkok menjadi pemandu rakyatnya dalam pembangunan. China berkomitmen untuk membangun kerja sama bersahabat dengan negara-negara lain atas dasar Lima Prinsip Hidup Berdampingan Secara Damai.

“Tiongkok juga berkomitmen untuk tidak mengekspor ideologinya ataupun mencampuri urusan dalam negeri negara lain. Namun AS justru meluncurkan apa yang disebut ‘Perang Dingin Baru’, memprovokasi pertentangan ideologi, dan membangkitkan ‘revolusi berwarna’ di berbagai belahan dunia. AS juga secara brutal mengintervensi urusan dalam negeri negara lain, bahkan tidak segan menggunakan perang dan mendatangkan malapetaka bagi dunia,” tulisnya.

AS Tuntut 7 Warga China atas Peretasan Jahat yang Disponsori Negara

Tiongkok berpegang pada prinsip "rakyat dan keselamatan jiwa adalah prioritas utama" dalam melakukan upaya pengendalian dan pencegahan pandemi COVID-19 yang ilmiah dan efektif, dengan cara yang terbuka, transparan, dan bertanggung jawab. Tiongkok juga gencar menggalang kerja sama internasional untuk menangani pandemi, serta aktif membangun komunitas kesehatan umat manusia.

Sementara itu, katanya, para politisi AS menjalankan kebijakan "kepentingan politik sendiri adalah prioritas utama", telah meremehkan pandemi dan mengabaikan sains, sehingga mengakibatkan penyebaran wabah yang lepas kendali dan mendatangkan penderitaan bagi rakyat tidak berdosa. AS sedang menyebarkan "virus politik", menimpakan kesalahan kepada pihak lain, menyerang WHO tanpa alasan yang rasional, dan bahkan keluar dari keanggotaan WHO.

Qian menjelaskan juga tentang Inisiatif "Belt and Road" yang diprakarsai Tiongkok untuk mewujudkan keuntungan bagi semua pihak, dengan berlandaskan pada prinsip "konsultasi bersama, pembangunan bersama, dan berbagi manfaat bersama", keterbukaan, inklusivitas, dan transparansi.

Inisiatif itu, katanya, telah mendapat tanggapan dan dukungan dari seratus lebih negara dan organisasi internasional. Banyak proyek dalam insiatif ini, misalnya Proyek KA Cepat Jakarta-Bandung, telah membawa manfaat nyata bagi negara-negara yang terlibat, termasuk Indonesia.

Sebaliknya, pemerintah AS menjalankan prinsip "America First", melakukan proteksionisme perdagangan dan perundungan perdagangan, serta membelokkan rantai industri global. AS juga menggunakan kebijakan perdagangan unilateral untuk menekan negara-negara tertentu.

“Aksi AS ini telah mengganggu sistem perdagangan multilateral dan tatanan ekonomi internasional, telah menghambat perkembangan normal negara-negara di dunia, serta telah menghalangi upaya menggalang kerja sama dan keterbukaan global,” katanya.

Tiongkok telah mengajukan Inisiatif Keamanan Data Global demi keamanan jaringan internet dunia. Huawei, ZTE, dan berbagai perusahaan Tiongkok lainnya sudah melakukan kontribusi nyata bagi perkembangan infrastruktur telekomunikasi global. Sebaliknya AS, demi melindungi hegemoni teknologi dan kepentingan monopolinya, telah menggeneralisasi konsep keamanan nasional dan menyalahgunakan kekuasaan negara untuk menekan perusahaan Tiongkok secara sewenang-wenang.

Dinas intelijen AS, Qian menuding, sejak lama telah melakukan penyadapan yang membabi-buta dan ilegal terhadap pemerintah, bisnis, maupun individu dari negara-negara lain, termasuk dari negara-negara sekutu mereka. “Tindakan ini telah mendatangkan ancaman besar bagi keamanan nasional di berbagai negara. Aksi AS yang ibaratnya ‘maling teriak maling’ ini adalah sesuatu yang konyol.”

Baca: India dan AS Bangun Pakta Pertahanan, Fokus Data Satelit Sensitif

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya