Logo DW

Bagi Korbannya, Bullying Menjadikan Hidup Bak Neraka

Manu29/Fotolia.com
Manu29/Fotolia.com
Sumber :
  • dw

Bukan hanya artis seperti Gisella Anastasia yang pernah kena bullying. Meski karena urusan lain, banyak anak-anak kecil juga mengalami perundungan. Bahkan bukan hanya di dunia maya, melainkan juga di kehidupan sehari-hari.

Mereka yang melakukan bully adalah seseorang yang masa lalunya menyedihkan. Dia dibesarkan dengan cara yang salah, tak mendapat perhatian cukup, mungkin merupakan korban kekerasan, dan akhirnya mencari pelampiasan dengan merisak orang lain.

Pandangan barusan klise. Benar-benar klise. Pandangan barusan biasanya kita batinkan kala kita berusaha untuk menempatkan bully sebagai seseorang yang kita kasihani. Sayangnya, ia tidak ada gunanya selain mengelabui diri sendiri. Penelitian-penelitian dilakukan. Mereka tidak menemukan hubungan yang signifikan antara latar belakang keluarga bully dengan perilaku jahat sang bully.

Bagaimana kalau saya bilang, bully tak boleh dilepas dari tanggung jawabnya dan lingkungan sekolah punya andil terhadap praktik ini?

Pengalaman Dirisak

Sewaktu SD dan SMP, saya sempat menjadi korban perundungan. Setiap hari kala saya kelas empat SD, kawan sebangku saya memalak uang jajan saya. Ancamannya bukan kekerasan. Ia akan menjelek-jelekan orang tua saya bila saya tidak memberikannya. Saya akan selalu menyerah terhadap ancamannya karena saya, mau tak mau, harus kembali duduk dengannya lagi. Ia akan terus ada di samping saya—di posisi yang sangat mudah untuk meneror saya.

Saya acap merasa bodoh sekarang-sekarang lantaran tidak melawan balik. Namun, saya juga paham, saya belum berumur sepuluh tahun waktu itu. Jangankan mengartikulasikan rasa muak, mengartikulasikan diri saja sulit. Kecenderungan pemalu dan cemas sosial saya pun semakin mempersulit saya.