Logo DW

Selama Pandemi, Buruh Anak di Tambang Berlian Afrika Naik Pesat

Issouf Sanogo/AFP
Issouf Sanogo/AFP
Sumber :
  • dw

Sejak sekolahnya terpaksa ditutup untuk meredam sebaran wabah COVID-19 pada Maret lalu, Papin terpaksa bekerja selama enam hari seminggu di sebuah tambang berlian di Republik Afrika Tengah. Karung-karung berisi lumpur dan puing-puing ia angkut setiap hari di bawah terik matahari.

Papin termasuk di antara belasan buruh anak yang bekerja di tambang terbuka di dekat Kota Ngoto yang terletak di wilayah selatan Republik Afrika Tengah. Ada sekitar 100 penambang bekerja di tambang itu, sekop dan saringan mereka gunakan untuk menyisir tanah berwarna merah guna mencari berlian. Sama sekali bukan pekerjaan mudah, dan Papin ingin sekali kembali ke dalam kelas.

Kepada Thomson Reuters Foundation, remaja itu mengaku berusia 16 tahun, tapi ia jelas terlihat jauh lebih muda. “Saya datang ke sini untuk membantu abang saya,” ujar Papin singkat karena tampak pengawas lokasi tambang mengamatinya.

Di lokasi itu, tersisa beberapa pohon yang menawarkan rindang bayangannya untuk sedikit jeda dari terik matahari. “Saya lebih suka sekolah. Saya lebih suka berpikir, di sini pekerjaannya terlalu berat,” kata Papin yang namanya diubah untuk melindungi identitasnya.

Buruh anak di tambang berlian meningkat 50%

Kebijakan lockdown yang diikuti penutupan sekolah-sekolah telah menyebabkan jumlah buruh anak di tambang berlian di negara itu meningkat tajam. Republik Afrika Tengah yang kaya akan berlian memang tengah dilanda perang dan merupakan salah satu negara dengan tingkat buruh anak tertinggi di dunia, kata aktivis pembela hak buruh.

Pekerja anak di tambang berlian telah meningkat 50 persen dalam beberapa bulan setelah sekolah ditutup, menurut Layanan Informasi Perdamaian Internasional, sebuah layanan penelitian independen yang mendasarkan informasinya dari pemantauan di 105 tambang.