Antisipasi Persaingan China-AS, RI Harus Genjot Kerja Sama ASEAN

VIVA Militer: Presiden China, Xi Jinping dan Presiden AS, Donald Trump
Sumber :
  • Star Tribune

VIVA –  Dengan jumlah penduduk sekitar 650 juta, ASEAN dinilai punya posisi strategis dalam menentukan arah ekonomi dunia ke depan. Pemerintah RI disarankan untuk memperkuat kerja sama dengan negara anggota ASEAN.

Siapakah Nicole Shanahan? Sosok Miliarder Dermawan Ditunjuk Sebagai Cawapres AS

Demikian disampaikan pakar dari National University of Singapore, Prof Kishore Mahbubani dalam diskusi yang diselenggarakan GOLKAR Institute secara virtual. Menurut dia, Indonesia mesti bisa mengambil peran terutama dalam sektor ekonomi dengan memperkuat kerja sama ASEAN.

Mahbuni memprediksi perseteruan geopolitik antara AS dan China masih berlangsung hingga 10 tahun ke depan. Menurutnya, kondisi ini akan selalu terjadi lantaran China yang masih mau menyalip AS sebagai kekuatan terbesar dunia.

Jokowi Tegaskan Freeport Bukan Milik Amerika Lagi, tapi Indonesia

Namun, saat ini, ia menilai kondisi sosial politik di AS memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan penyerbuan Gedung Capitol oleh pendukung Presiden Donald Trump awal Januari ini. 

Menurut dia dengan merujuk keterangan beberapa ahli, kondisi AS saat ini sudah menjadi sebuah plutokrasi. Kondisi ini yaitu kekuasaan dipegang segelintir orang kaya. Namun, puluhan juta rakyat AS mengalami kemerosotan ekonomi yang riil selama 30 tahun terakhir.

Edi Purwanto Paparkan Kinerja DPRD Jambi di Hadapan Wakil Konsul AS

Maka itu, ia menyampaikan figur Presiden terpilih AS, Joe Biden akan jadi penentu untuk memulihkan kondisi negara adidaya tersebut. Salah satunya keretakan hubungan politik di masyarakat yang terjadi di era Trump harus diperbaiki.

"Ke depannya, bisa jadi AS akan pulih dan kembali menguat, atau semakin terpuruk," jelas Mahbuni, dalam keterangannya, Rabu, 13 Januari 2021.

Sementara, di tengah pandemi ini, China memperlihatkan kualitasnya kepada dunia. Di bawah kepemimpinan
Xi Jinping, China menunjukkan bahwa negara itu dapat menangani kondisi wabah COVID-19, dengan efektif. 

Pun, ia memuji kualitas birokrasi di China termasuk yang terbaik di dunia. Alasannya, birokrasi China merekrut orang yang terukur dengan kualifikasi ranking terbaik di sekolahnya.

Untuk Indonesia, ia menyarankan agar bisa netral dan tak terlibat kepentingan China maupun AS. Namun, hubungan baik harus tetap dijaga dengan pemerintah dua negara tersebut.

Namun, kata dia, pesan ini akan lebih kuat jika disampaikan secara kolektif dalam wadah ASEAN. Sebab, ASEAN mewadahi 10 negara dan 650 juta penduduk.

"Jangan paksa kami untuk memihak pada AS atau China. Tapi, kami ingin menjaga hubungan baik dengan keduanya," ujar Mahbuani. 

Sementara, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyampaikan negara-negara yang tergabung dalam Indo-Pasifik dan perjanjian perdagangan bebas atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) sepakat bersikap netral dalam persaingan China-AS. 

Airlangga yang juga Menko Perekonomian ini mencontohkan Indonesia membeli vaksin COVID-19 dari perusahaan AS dan juga perusahaan China. Hal ini dilakukan seiring Indonesia yang juga sedang mengembangkan vaksin secara mandiri.

"Penting juga bagi Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang pemerintahan dan politik, agar pembangunan dapat memberi manfaat bagi semua orang dan kondisi politik tetap stabil," ujar Airlangga.

Diskusi virtual Golkar Institute ini juga dihadiri elite Partai Golkar lainya seperti Menteri Perindustrian RI, Agus Gumiwang Kartasasmita, Sekjen DPP Partai Golkar, Lodewijk F Paulus, Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin, Ketua Golkar Institute, Ace Hasan Syadzily.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya