Terapkan Darurat Nasional, Malaysia Juga Terancam Krisis Demokrasi

Perdana Menteri Malaysia, Muhyiddin Yassin (kanan) dan Menteri di Departemen Perdana Menteri, Zulkifli Mohamad Al-Bakri.
Sumber :
  • Bernama

VIVA – Penetapan status darurat nasional di Malaysia yang berlaku hingga 1 Agustus 2021, menimbulkan spekulasi dari berbagai pihak. Kebijakan keadaan darurat nasional ditetapkan Raja Malaysia, untuk menekan penyebaran COVID-19.

Arti dan Peran Amicus Curiae yang Diajukan Megawati dan Habib Rizieq ke MK

"Dalam sidang tatap muka selama 45 menit mulai pukul 17.30 kemarin, Muhyiddin Yassin mempresentasikan hasil Sidang Kabinet tentang usulan pelaksanaan keadaan darurat sebagai langkah proaktif untuk menertibkan dan mengatasi kasus harian COVID-19 yang terus mencapai empat angka sejak Desember lalu," tulis pernyataan Istana Negara Malaysia, seperti dikutip dari Channel News Asia.

Pengkaji Geopolitik, Hendrajit, mengatakan penetapan situasi darurat politik di Malaysia merupakan suatu bentuk inkosistensi yang sangat mengejutkan.

Perolehan Suaranya 58,6 Persen, Prabowo Subianto: Itu Hasil Demokrasi dan Perjuangan

Pada Oktober 2020 lalu, Raja Malaysia, Sultan Abdullah Sultan Ahmad Shah, pernah menolak desakan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin, yang juga meminta penetapan Situasi Darurat dengan dalih mencegah peningkatan COVID-19.

Namun, secara mendadak pada 12 Januari lalu, Raja Malaysia berpandangan lain dan kali ini menyetujui pemerintah untuk menyatakan Situasi Darurat.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

"Mengingat kenyataan perpolitikan Malaysia, Muhyiddin Yassin baru menjadi PM Malaysia pada 1 Maret 2020 lalu setelah mundurnya Mahathir Mohamad, rasanya sulit untuk tidak curiga bahwa di balik keputusan untuk menyatakan Situasi Darurat Malaysia tersebut adalah untuk mempertahankan status quo pemerintahan Perdana Menteri Muhyiddin," kata Hendrajit dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 20 Januari 2021.

Dia mengatakan jika dicermati dinamika politik di Malaysia, PM Muhyiddin sangat berpotensi tergusur dan digantikan dengan Anwar Ibrahim. Dalam manuver politiknya, Anwar mengklaim punya dukungan politik yang cukup untuk menjadi PM Malaysia yang baru.

Berdasarkan beberapa kalkulasi, Anwar Ibrahim secara definitif menguasai 91 kursi koalisi Pakatan Harapan yang ia pimpin. Jumlah itu pun bisa bertambah, seiring dukungan tambahan dari internal Partai UMNO.

Untuk diketahui penerapan situasi Darurat Nasional hingga 1 Agustus berarti baik itu pemilu nasional hingga negara bagian otomatis akan ditiadakan, dengan dalih mencegah penyebaran COVID-19.

Selain itu, keadaan darurat ini juga menyebabkan fungsi parlemen tidak lagi bisa bersidang untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Secara substantif, demokrasi untuk sementara waktu tidak lagi bekerja di Malaysia.

"Situasi ini tentu tidak sesuai dengan salah satu nilai Rukun Negara yang menginginkan cita-cita: memelihara cara hidup demokratik. Sebab tindakan membekukan atau menggantungkan fungsi parlemen sungguh bertentangan dengan prinsip-prinsip dan cara hidup demokratik," ujar Hendrajit.

Seperti diketahui keputusan ini diambil setelah Sultan Abdullah bertemu dengan Perdana Menteri Muhyiddin Yassin di Istana Negara, Senin, 11 Januari 2021.

Setelah mendengar arahan dari Perdana Menteri, Raja Malaysia mencatat bahwa situasi pandemi COVID-19 di negara itu berada pada tingkat yang sangat kritis. Dengan demikian, ada kebutuhan untuk menetapkan keadaan darurat berdasarkan ayat (1) Pasal 150 Konstitusi.

Pasal 150 Konstitusi menetapkan bahwa Raja Malaysia dapat mengeluarkan status keadaan darurat. Pun, atas saran perdana menteri, ia yakin ada keadaan darurat yang berat di mana keamanan, kehidupan ekonomi atau ketertiban umum terancam.

Baca Juga: Malaysia Tetapkan Keadaan Darurat, Muncul Kekhawatiran Monarki Absolut

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya