Paus Fransiskus Bersedia Berlutut untuk Hentikan Kekerasan di Myanmar

Paus Fransiskus di Basilika Santo Petrus di Vatikan, 24 Desember 2020.
Sumber :
  • ANTARA

VIVA – Paus Fransiskus memohon untuk diakhirinya pertumpahan darah di Myanmar, dan berkata bahwa dia akan "berlutut di jalan-jalan Myanmar dan berkata hentikan kekerasan".

Gus Yahya Sebut Rencana Paus Fransiskus Kunjungi Indonesia Sudah Didengar Sejak 2018

Permintaan itu disampaikan Paus di akhir audiensi mingguannya pada Rabu, 17 Maret 2021, yang dilangsungkan secara virtual dari perpustakaan Vatikan karena pembatasan COVID-19.

"Sekali lagi dan dengan penuh kesedihan saya merasakan urgensi untuk berbicara tentang situasi dramatis di Myanmar, di mana banyak orang, kebanyakan dari mereka yang masih muda, kehilangan nyawa mereka untuk memberi harapan kepada negara mereka," kata Paus Fransiskus.

Kisah Mualaf Jeffrey Lang, Profesor Amerika yang Pilih Islam Usai Jadi Atheis

Sejak kudeta dilancarkan militer Myanmar terhadap pemerintahan sipil pada 1 Februari 2021, lebih dari 180 pengunjuk rasa dilaporkan tewas ketika pasukan keamanan mencoba untuk menghancurkan gelombang demonstrasi di seluruh negeri.

"Bahkan saya [akan] berlutut di jalan-jalan Myanmar dan berkata 'hentikan kekerasan'. Saya [akan] membuka tangan saya dan berkata 'biarkan dialog menang'," kata Paus, dalam kalimat yang menggambarkan apa yang telah dilakukan para pengunjuk rasa.

Top Trending: Sosok Ratu Judi Asal Israel Hingga Paus Puasa Nonton TV 35 Tahun

Paus Fransiskus mungkin merujuk pada video dan foto seorang biarawati Katolik yang memohon sambil berlutut agar pasukan keamanan tidak menembaki para pengunjuk rasa minggu lalu di kota Myitkyina, Myanmar. Dokumentasi itu kemudian menjadi viral di internet.

Biarawati itu, Suster Ann Rose Nu Tawng, kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa dia telah memberi tahu polisi untuk mengampuni anak-anak dan menembaknya sebagai gantinya.

Ada kurang dari 800.000 umat Katolik Roma di Myanmar, negara yang mayoritas beragama Buddha.

Paus Fransiskus, yang mengunjungi Myanmar pada 2017, menegaskan bahwa "darah tidak menyelesaikan apa pun" dan "dialog harus menang".

Pemimpin umat Katolik Roma Myanmar Charles Maung Bo juga menyerukan diakhirinya pertumpahan darah. (ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya