Lebih dari 700 Warga Sipil Tewas Akibat Kekerasan Junta Myanmar

VIVA Militer: Tentara Myanmar tangkap warga sipil yang ibadah di gereja
Sumber :
  • liCAS.news

VIVA – Jumlah korban kebrutalan junta militer Myanmar terhadap warga sipil yang menolak kudeta dilaporkan telah mencapai lebih dari 700 orang. Myanmar saat ini tengah dalam krisis sejak militer menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu.

5 Angkatan Laut dengan Armada Terbanyak di Asia Tenggara, Posisi Indonesia Mencengangkan

Mahasiswa dan rakyat Myanmar turun ke jalan menentang aksi kudeta yang dilakukan oleh junta. Telah terjadi pertumpahan darah dalam beberapa hari terakhir. 

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik telah memverifikasi 701 kematian warga sipil sejak kudeta tersebut. Sedangkan, Junta melaporkan jumlah yang jauh lebih rendah yakni 248 orang, menurut juru bicara militer.

Ritual Mistis Junta Myanmar Tak Mempan! Rathedaung Jatuh ke Tangan Sekelompok Bersenjata Etnis

Minggu 11 April 2021, dilaporkan seorang penjaga keamanan terluka dalam ledakan bom di luar bank Myawaddy milik militer, menurut media lokal seperti dilansir dari Channel News Asia, Senin 12 April 2021.

Bank tersebut adalah salah satu dari sejumlah bisnis militer yang menghadapi tekanan boikot sejak kudeta dilakukan. Banyak pelanggan menuntut menarik tabungan mereka.

Apa Beda Junta Militer dengan Kudeta? Ini Jawabannya

Kelompok pemantau lokal mengatakan pasukan keamanan menembak mati dan menewaskan 82 pengunjuk rasa anti-kudeta pada hari sebelumnya di kota Bago, 65 km timur laut Yangon.

Rekaman yang diverifikasi AFP pada Jumat pagi menunjukkan pengunjuk rasa bersembunyi di balik barikade karung pasir dengan senapan rakitan, ketika ledakan terdengar.

Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa di Myanmar men-tweet, Sabtu malam, bahwa mereka mengikuti pertumpahan darah di Bago, dan bahwa tidak ada perawatan medis untuk yang terluka.

Meskipun terjadi pertumpahan darah, pengunjuk rasa terus melakukan unjuk rasa di beberapa bagian negara. Mahasiswa universitas dan profesor turun ke jalan-jalan di Mandalay dan kota Meiktila, Minggu pagi. Beberapa membawa tangkai bunga Eugenia, simbol kemenangan.

Di Yangon, pengunjuk rasa membawa spanduk yang bertuliskan: "Kami akan mendapatkan kemenangan, kami akan menang."

Para pengunjuk rasa di sana, serta di kota Monywa, menulis pesan politik di daun, "kita harus menang", dan menyerukan intervensi PBB untuk mencegah pertumpahan darah lebih lanjut.

Di seluruh negeri, masyarakat diminta untuk berpartisipasi dalam penyalaan obor di lingkungan mereka setelah matahari terbenam pada Minggu malam.

Sementara itu, kantor berita Myanmar, melaporkan 19 orang  telah dijatuhi hukuman mati atas pembunuhan dan perampokan oleh pengadilan militer. Sebanyak 17 dari mereka diadili secara in absensia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya