Beijing Desak NATO Berhenti Memfitnah dengan Teori Ancaman China

Balai Agung Rakyat di Beijing yang menjadi tempat sidang parlemen China.
Sumber :
  • ANTARA/M. Irfan Ilmie

VIVA – Misi China untuk Uni Eropa (EU) mendesak Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) untuk berhenti membesar-besarkan "teori ancaman China", setelah para pemimpin kelompok itu memperingatkan bahwa Beijing menghadirkan "tantangan sistemik".

China Dilanda Banjir Bandang, 4 Orang Tewas dan 10 Hilang

Para pemimpin NATO pada Senin 14 Juni 2021 telah mengambil sikap tegas terhadap Beijing dalam sebuah komunike pada pertemuan puncak pertama Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dengan aliansi tersebut.

“Ambisi dan perilaku tegas China menghadirkan tantangan sistemik bagi tatanan internasional berbasis aturan dan area yang relevan dengan keamanan aliansi,” kata para pemimpin NATO.

Hadiri Forum Internasional di China, KSAL Tegaskan Pentingnya Jaga Keamanan Maritim di Kawasan

Presiden AS Joe Biden telah mendesak sesama pemimpin NATO untuk menentang otoritarianisme China dan kekuatan militer yang meningkat, sebuah perubahan fokus untuk aliansi yang dibuat untuk mempertahankan Eropa dari Uni Soviet selama Perang Dingin.

Beijing pun merespons bahwa, pernyataan NATO "memfitnah" pembangunan damai China, salah menilai situasi internasional, dan menunjukkan mentalitas Perang Dingin, melalui unggahannya di situs resmi Misi China untuk EU pada Selasa 15 Juni 2021.

Cyber Crime Can Threaten Southeast Asia as Digital Technology Advances

"Kami tidak akan menimbulkan 'tantangan sistemik' kepada siapa pun, tetapi jika ada yang ingin mengajukan 'tantangan sistemik' kepada kami, kami tidak akan mendiamkan," kata China dilaporkan Reuters.

Sebelumnya, Pertemuan negara-negara Kelompok Tujuh (G7) di Inggris selama akhir pekan menyinggung China atas kasus hak asasi manusia di wilayah Xinjiang, menyerukan Hong Kong untuk menjaga otonomi tingkat tinggi, dan menuntut penyelidikan penuh tentang asal-usul virus corona di China.

Kedutaan Besar China di London mengatakan dengan tegas menentang penyebutan Xinjiang, Hong Kong, dan Taiwan, yang dikatakannya memutarbalikkan fakta dan mengungkap "niat jahat dari beberapa negara seperti Amerika Serikat." (Antara/Ant)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya