Otoritas Inggris: Subvarian COVID-19 Delta Bisa Lebih Menular

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson (kiri) mengacungkan jempol kepada pasien setelah mereka diberi vaksin saat ia mengunjungi pusat vaksinasi COVID-19 di Batley, West Yorkshire, Inggris, Senin, 1 Februari 2021.
Sumber :
  • ANTARA/Jon Super

VIVA – Badan Keamanan Kesehatan Inggris (UKHSA) pada Jumat (22/10) mengonfirmasi bahwa subvarian Delta (Delta AY.4.2) ditetapkan sebagai varian dalam penyelidikan (VUI) pada 20 Oktober 2021 dan resmi dinamai VUI-21OCT-01.

Pendaftaran Ujian Masuk UIN Dibuka Hari Ini

UKHSA mengatakan penetapan itu dibuat lantaran subvarian tersebut menjadi semakin sering ditemukan di Inggris dalam beberapa bulan terakhir. Ada sejumlah bukti awal bahwa mutasi itu kemungkinan memiliki tingkat perkembangan yang tinggi di Inggris ketimbang Delta.

Hingga 20 Oktober tercatat 15.120 kasus terkonfirmasi subvarian Delta di Inggris sejak pertama kali ditemukan pada Juli. Subvarian tersebut menyumbang sekitar 6 persen dari total kasus selama sepekan terakhir. Kasus dikonfirmasi lewat pengurutan genom di sembilan kawasan Inggris.

Narkoba Disamarkan Sebagai Susu! Pelajar Ditangkap di Bandara

UKHSA mengatakan sedang mengawasinya secara cermat, meski varian Delta versi asli "masih sangat dominan" di negara tersebut, yakni hampir 99,8 persen dari total kasus.

Meski bukti masih bermunculan, sejauh ini subvarian tersebut tampaknya tidak menyebabkan penyakit menjadi lebih parah atau membuat vaksin yang digunakan saat ini menjadi kurang ampuh.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

"Virus kerap bermutasi secara acak, dan tidak disangka bahwa varian-varian baru akan terus muncul selama pandemi berlangsung, terutama saat angka kasus masih tinggi," kata CEO UKHSA Dr Jenny Harries.

Berdasarkan data terkini, lebih dari 86 persen orang berusia 12 ke atas di Inggris sudah mendapatkan dosis pertama vaksin dan sekitar 79 persen telah menerima dosis kedua.

Untuk kembali pada kehidupan normal, negara-negara seperti Inggris, China, Jerman, Rusia dan Amerika Serikat berpacu dengan waktu untuk meluncurkan vaksin COVID-19. (Ant/Antara)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya