Belanda Rusuh, Frustrasi Massal karena Pembatasan COVID-19

Kerusuhan di Belanda menentang rencana pembatasan akibat COVID-19
Sumber :
  • Video BBC

VIVA – Kerusuhan massal pecah di Belanda. Warga protes pembatasan yang diberlakukan akibat lonjakan kasus COVID-19. Kerusuhan massal terjadi beruntun di beberapa kota. Pembakaran dan perusakan fasilitas umum hingga penyerangan terhadap aparat terjadi. 

WHO: Imunisasi Global Menyelamatkan 154 Juta Jiwa Selama 50 Tahun Terakhir

Setidaknya tiga hari kondisi di Belanda tidak stabil sejak diberlakukan pembatasan parsial di sana. Pembatasan diberlakukan pemerintah setempat lantaran angka kenaikan kasus COVID-19 di Belanda termasuk paling tinggi di Eropa beberapa waktu belakangan. Angka kasus harian naik cukup tinggi. Khawatir sistem kesehatan kolaps, diberlakukan kembali pembatasan hingga 3 pekan lamanya.

Adapun aturan pembatasan antara lain mewajibkan toko-toko esensial hanya buka sampai pukul 18.00. Sementara restoran dan bar juga harus tutup pada pukul 20.00. Selain itu warga diwajibkan untuk menggunakan masker kembali hingga pemberlakukan paspor vaksin untuk dipindai apabila masuk ke tempat-tempat vital tertentu. Ada juga larangan pesta kembang api pada Tahun Baru nanti. Hal ini yang diduga membuat warga khususnya para pemuda marah dan kelompok yang tak puas lalu meluapkannya memicu kerusuhan.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Warga Belanda antre beli ganja hadapi lockdown.

Photo :
  • The Sun

Kota Rotterdam menjadi salah satu pusat rusuh di Belanda dua hari silam. Para demonstran melempari batu dan kembang api ke polisi. Mobil aparat juga dibakar. Ratusan demonstran menyatakan tak puas dengan kewajiban paspor vaksin dan larangan perayaan kembang api saat Tahun Baru 2022 nanti. 

Pemilu di AS dan Eropa Diprediksi akan Pengaruhi Iklim Investasi Indonesia

Dalam semalam yakni Sabtu, 20 November 2021 ada 7 orang yang terluka dan 20 orang akhirnya ditahan. Sementara 2 orang ditembak oleh aparat.

Selain di Rotterdam, kerusuhan juga sempat terjadi di sejumlah kota antara lain di Kota Roosendaal. Bahkan media setempat melaporkan bahwa bangunan sekolah dasar di sana dibakar pengunjuk rasa. Buntutnya, 15 orang kemudian ditangkap, sebagaiman dilansir BBC.

Kemudian rusuh juga terjadi di Kota Groningen setelah laporan pasukan antihuru-hara dikerahkan ke sana. Pun masih soal protes pembatasan, ada perusakan sejumlah properti. Selain itu di Kota Enschede juga sempat diberlakukan status darurat sebagai langkah antisipasi kerusuhan meluas.

Pada malam Minggu kemarin, situasi di Den Haag panas saat kerusuhan pecah di sana. Video yang beredar menunjukkan massa yang merusak kendaraan polisi dan berlarian di area pertokoan. Water cannon dipasang untuk menghalau massa. Setidaknya 28 orang ditangkap di Den Haag. Namun pada Minggu pagi, 21 November 2021, untungnya situasi kota itu dilaporkan sudah kembali kondusif.

Pro dan kontra pembatasan akibat wabah Corona di Belanda memang masih menjadi pro dan kontra. Faktor kebosanan hingga terbatasnya akses membuat warga di sana frustrasi. Namun apa daya, sebagaimana diperingatkan WHO, Eropa memang diprediksi akan menjadi episentrum COVID-19 mulai bulan lalu.

Oleh karena itu negara-negara Eropa kembali mulai melakukan pengetatan. Termasuk Belanda.

Belakangan makin bermunculan problem yang dihadapi pada saat pemberlakuan pembatasan baik faktor rasa bosan warga permanen maupun frustrasi akibat ketidakleluasaan bagi penduduk temporer. Kesulitan tinggal di sana pada masa pandemi jelas amat dirasakan oleh pendatang akibat belum memiliki kode QR berbasis nomor kependudukan. Mirip NIK di Indonesia yang kemudian diterapkan dalam aplikasi seperti PeduliLindungi itu. Ketiadaan kode QR oleh warga pendatang membuat mereka akhirnya tidak bisa mengakses ruang-ruang publik selama pandemi. Bahkan masuk museum, bar dan restoran pun mereka bisa ditolak.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya