Perdagangan Indonesia ke Swiss Tahun Ini Surplus Rp16 Triliun

Ilustrasi Ekspor Impor
Sumber :
  • VIVA.co.id/M Ali Wafa

VIVA – Surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap Swiss pada periode Januari-September 2021 mencapai senilai US$1,13 miliar (sekitar Rp16,10 triliun), menurut keterangan tertulis KBRI Bern yang diterima di Jakarta, Kamis 25 November 2021.

Total nilai ekspor Indonesia ke Swiss pada periode Januari-September 2021 mencapai sebesar US$1,41 miliar (sekitar Rp19,99 triliun) sedangkan impor pada periode tersebut mencapai US$273,89 juta (sekitar Rp3,89 triliun).

Berdasarkan data dari Bea dan Cukai Federal Swiss (FCA), nilai ekspor Indonesia ke negara itu pada triwulan III (Juli-September 2021) mencapai 432,72 juta dolar AS dan impornya sebesar US$86,94 juta.

Sebelumnya pada triwulan II (April-Juni 2021), nilai ekspor Indonesia ke Swiss mencapai US$711,94 juta dan impornya sebesar US$90,88 juta.

Komoditas utama ekspor Indonesia ke Swiss, antara lain logam mulia, perhiasan/permata, alas kaki, produk tekstil bukan rajutan, produk tekstil rajutan, perlengkapan elektrik, perabot, kopi, mesin turbin, suku cadang, minyak atsiri, dan bahan kimia organik.

KBRI Bern berharap nilai perdagangan bilateral Indonesia dan Swiss akan terus meningkat, dengan surplus untuk pihak Indonesia, seiring dengan pertumbuhan ekonomi Swiss yang cukup kuat pada 2021.

Sekretariat Negara untuk Urusan Ekonomi Swiss (SECO) memperkirakan ekonomi Swiss akan tumbuh sebesar 3,2 persen pada 2021, dan diprediksi akan tumbuh sebesar 3,6 persen pada 2022.

Namun, lembaga penelitian KOF Economic Institute (ETH Zurich) memprediksi bahwa ekonomi Swiss baru akan sepenuhnya normal pada 2023.

KOF memprediksi tingkat inflasi dan masalah rantai pasokan global berpotensi akan memperlambat ekonomi Swiss.

"Supply chain bottlenecks (hambatan rantai pasokan) yang terjadi saat ini berpotensi akan mempengaruhi arus perdagangan kita ke Swiss, utamanya dapat mempengaruhi harga barang dan terlambatnya pengiriman sehingga memunculkan kekhawatiran adanya pengalihan jalur produsen," kata Duta Besar RI untuk Swiss Muliaman Hadad.

"Terutama yang perlu diantisipasi adalah produk HS 84, yakni produk mesin turbin dan suku cadang, serta perlengkapan elektronik," lanjutnya.

Menurut Muliaman, Indonesia perlu mengantisipasi agar barang tidak terhambat dan memastikan importir Swiss tetap membeli dari Indonesia, terutama setelah berlakunya Indonesia-EFTA CEPA sejak 1 November 2021.

Indonesia-EFTA CEPA adalah perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif antara Indonesia dan negara-negara anggota Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA), salah satunya Swiss.

Di bawah payung Indonesia-EFTA CEPA, beberapa komoditas mendapatkan pengurangan tarif masuk EFTA, antara lain untuk produk perikanan, minyak sawit, emas, alas kaki, kopi, tekstil, perlengkapan elektronik, mesin, sepeda, ban, dan perabot. (Ant/Antara)

Perdagangan Pakaian Bekas Impor Kembali Marak, Mendag Zulhas: Tunggu Tanggal Mainnya!
Pameran Manufaktur Indonesia.

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya

Kinerja positif sektor manufaktur dinilai menjadi modal utama untuk menarik lebih banyak investasi asing dengan orientasi ekspor. 

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024