Logo BBC

Cerita Keturunan Papua yang Kehilangan Tanah Air

BBC Indonesia
BBC Indonesia
Sumber :
  • bbc

Raki bergabung dalam gerakan yang digagas oleh Benny, United Liberation Movement for West Papua. Kakak pertama Raki, Oridek, lebih dulu berkolaborasi dengan Benny, sosok yang disebut banyak pejabat Indonesia sebagai perusuh dan pelaku makar.

"Setelah apa yang terjadi pada ayah saya, bagaimana mungkin saya tidak tergugah dengan apa yang terjadi di Papua," kata Raki.

"Hati saya menangis setiap hari. Hanya dengan mengungkapkannya secara terbuka dan memberi tahu banyak orang tentang Papua, perasaan saya itu bisa pulih," ucapnya.

Dengan pilihan yang diambil, Raki kemungkinan besar tidak akan pernah pulang ke tanah leluhurnya. Mustahil pula baginya untuk melihat pusara Arnold di Pemakaman Umum Kristen Tanah Hitam Abepura.

"Saya sungguh ingin pergi ke Papua, tapi karena aktivisme yang saya jalankan, saya tidak mungkin melakukannya," kata Raki.

Bersama Corrie, Raki, Oridek, dan dua saudara mereka yang lain, yaitu Mambri dan Erisam, menetap di Den Haag sejak 1985. Mereka mendapat peluang membuka lembaran kehidupan baru saat mengungsi di East Awin, Papua Nugini.

Di Belanda, empat bersaudara ini berkesempatan untuk bersekolah. Itu adalah impian Arnold saat ia meminta Corrie membawa anak-anak mereka lari dari Jayapura.

Keluarga ini menyatu dengan eksil lain yang sudah lebih dulu tinggal di Belanda. Raki belakangan bekerja di Kementerian Dalam Negeri Belanda. Mambri, anak kedua dalam keluarga ini, meninggal pada tahun 2020.

"Di Belanda, saya memiliki banyak privilese. Saya bebas mengutarakan apapun tanpa perlu takut dipenjara. Jika saya membawa Bendera Bintang Kejora, polisi tidak akan menangkap saya," ujarnya.

"Saya bisa bersekolah, mendapat pekerjaan. Tapi itu semua menghadirkan tanggung jawab yang harus saya bayar kepada orang-orang Papua.

"Itulah alasan mengapa saya berusaha menjadi suara bagi mereka," tuturnya.

Tidak seperti Arnold yang bertalenta seni, Raki tidak bermain gitar, menciptakan lagu, atau menceritakan mop. Tapi di hadapan kami dia berusaha menyanyikan salah satu lagu terakhir yang dibuat ayahnya sebelum April 1984.

"Hidup ini suatu misteri. Tak terbayang, juga tak terduga. Beginilah kenyataan ini, aku terkurung di dalam duniaku.

"Yang kudamba, yang kunanti. Tiada lain hanya kebebasan."


Lini masa status Nugini Belanda hingga masuk Indonesia

Akhir abad ke-19

Pulau Nugini dikuasai tiga otoritas berbeda. Belanda menguasai Nugini sebelah barat, sedangkan sisi timurnya terbagi menjadi dua teritorial, sebelah utara dipegang Jerman sementara bagian selatan diduduki Inggris.

1949

Pengakuan Belanda atas kedaulatan Indonesia pada Konferensi Meja Bundar tidak mencakup wilayah Papua Barat.

Belanda menjanjikan kemerdekaan tersendiri bagi masyarakat di koloni ini karena menganggap mereka berbeda dengan masyarakat Indonesia.

Di sisi lain, pemerintah Indonesia mendesak Papua Barat masuk dalam wilayah kedaulatan mereka. Alasannya, Papua Barat adalah bagian dari Hindia Belanda.

Dekade 1950-an

Perselisihan status Papua Barat terus berlanjut. Sengketa ini rutin dibahas dalam Sidang Umum PBB.

1961

Belanda membentuk Dewan Nugini dengan klaim mewujudkan janji kemerdekaan Papua Barat. Lembaga itu meresmikan Bendera Bintang Kejora dan `lagu kebangsaan` Hai Tanahku Papua.

1962

Sengketa terus memanas. Indonesia mulai mengirim pasukan tempur ke Papua Barat dalam Operasi Trikora. Pertempuran di Laut Arafuru pecah pada awal tahun ini.

Belanda mengadukan ini ke PBB, tapi Presiden Sukarno membuat klaim bahwa pasukan Indonesia memasuki wilayah yang merupakan bagian dari negara mereka.

Pada periode ini, gelombang pengungsian keluar dari Papua Barat terjadi.

Agustus 1962

Perjanjian antara Indonesia dan Belanda ditandatangani di New York dalam forum yang ditengahi oleh PBB. Merujuk kesepakatan itu, administrasi Papua Barat diserahkan kepada badan khusus PBB, yaitu UNTEA.

Dan enam tahun setelah perjanjian itu, Belanda diwajibkan keluar dari Papua Barat. Pada saat yang sama, referendum tentang merdeka atau bergabung ke Indonesia harus digelar.

1969

Merujuk Perjanjian New York, setiap penduduk Papua memiliki hak untuk mengikuti referendum. Namun akhirnya hanya 1.025 orang yang memberikan suaranya pada jajak pendapat ini. Seluruhnya memilih bergabung ke Indonesia.