Penjara Imigrasi Malaysia Dituduh Tak Manusiawi: Seperti Neraka!

ilustrasi penjara.
Sumber :
  • U-Report

VIVA – Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) menyebut 5 Depot Tahanan Imigrasi (DTI) di Sabah, Malaysia bagaikan neraka bagi buruh migran asal Indonesia yang sempat ditahan disana. KBMB telah melakukan pemantauan sebanyak 9 kali terhadap buruh migran asal Indonesia dan keluarganya yang dideportasi dari Sabah ke Nunukan, Kalimantan Utara.

Setelah melakukan pemantauan terhadap 5 DTI tersebut, KBMB menilai kondisi di dalam tahanan sangat buruk dan tidak layak ditempati oleh para imigran. Hal itu terlihat pada imigran yang telah dideportasi dari DTI Sabah, Malaysia menuju Nunukan. 

"Setiap kali melakukan pemantauan kondisi deportan di rumah susun yang dikelola oleh BP2MI di Nunukan, kami selalu menemukan berbagai persoalan kesehatan yang dialami deportan. Pada deportasi Maret 2022, satu orang deportan bahkan meninggal di RSUD Nunukan hanya 6 jam setelah sampai di pelabuhan," kata Koalisi dalam pernyataan persnya dikutip, Senin, 27 Juni 2022.

Ilustrasi Departemen Imigrasi Malaysia.

Photo :
  • ANTARA Foto/Agus Setiawan

Beberapa kali koalisi juga menemukan deportan yang memakai kursi roda karena tidak kuat berjalan. Parahnya, pada tiga deportasi terakhir (Maret, Mei, Juni 2022) ada 14 deportan yang mengalami gejala kelumpuhan.

Nyaris seluruh deportan tak terkecuali yang berasal dari DTI Sandakan menderita penyakit kulit, mulai dari yang ringan sampai parah. Baik bayi, anak-anak, orang dewasa dan lanjut usia menderita penyakit kulit, terutama skabies (kudis). Mulai dari yang infeksinya hanya terjadi pada bagian tubuh tertentu, sampai yang telah menyebar ke sekujur tubuh. Dari mulai terlihat ringan sampai yang bernanah.

Lalu, penyakit lain yang umum diderita oleh deportan adalah diare hebat. Banyak deportan ketika sampai di rumah susun harus buang air besar sampai 6-10 kali dalam sehari. Selain itu banyak deportan menderita demam, radang tenggorokan, batuk, sakit maag, dan berbagai persoalan saluran pencernaan.

"Umum kami temukan deportan yang menunjukan gejala dehidrasi dan kekurangan kadar garam di tubuhnya. Begitupun dengan gejala malnutrisi, terutama pada deportan perempuan khususnya yang sedang menyusui. Nyaris seluruh deportan perempuan juga mengalami gangguan menstruasi sejak berada di DTI," ungkapnya

Makanan Mentah-Basi

Selain itu, hampir seluruh tahanan mengalami gangguan tidur. Deportan dari DTI Papar Kimanis di Blok K mengatakan hanya bisa tidur paling banyak 2 jam dalam satu hari. Penyebab utama sulit tidur adalah rasa gatal yang konstan, kondisi yang berisik, orang yang terus berlalu lalang, bau busuk dan nyamuk yang ganas.

Ilsutrasi sekolah adalah penjara | unsplash.com/@denisolvr

Photo :
  • U-Report

Seluruh deportan bercerita dengan geram soal betapa buruknya kualitas makanan yang disajikan. Bukan saja porsi-nya yang tidak cukup dan seringkali telat diantar, kualitas makanannya pun dinilai buruk: seringkali basi, mentah, berbau, dan hambar. Selain itu, makanan juga disajikan dalam sebuah wadah yang kotor karena tidak dicuci dengan baik. Tidak ada makanan tambahan bagi ibu hamil dan menyusui.

"Dengan kondisi seperti itu kami meyakini bahwa makanan yang disajikan selain tidak higienis juga memiliki kadar nutrisi di bawah standar," ujar koalisi

Adapun, pelanggaran terhadap prinsip-prinsip kesehatan yang dilakukan di dalam tahanan. Tidak ada satupun klinik di dalam tahanan, tidak ada petugas kesehatan hingga praktik jual beli obat. 

Di seluruh pusat tahanan imigrasi, obat-obatan dasar seperti paracetamol, antibiotik, penghilang nyeri (pain killer) dan obat gatal diperjualbelikan oleh petugas melalui beberapa tahanan dengan harga sangat mahal. Satu strip paracetamol berisi 10 tablet, dijual dengan harga 50 RM di DTI Papar Kimanis, padahal di luar harganya hanya berkisar 4 RM.

Menurut KBMB, manajemen DTI sengaja melanggar prinsip dasar tersebut dengan mengabaikan tanggung jawabnya  dalam melindungi kesehatan para tahanan, termasuk memastikan mereka yang memiliki persoalan kesehatan dapat mengakses pelayanan kesehatan tepat waktu dan seharusnya. 

"Pengelola DTI secara terus menerus membiarkan kondisi tahanan memburuk dengan mempersulit mereka mengakses fasilitas dan layanan kesehatan," kata koalisi

Kotoran Manusia Menumpuk di Sel

Parahnya lagi, kondisi di empat DTI lainnya di Sabah, kecuali DTI Sandakan, mengalami persoalan kelebihan kapasitas. Dengan rata-rata luas 8x12 meter, setiap blok dihuni oleh 200-260 orang. Setiap DTI diperkirakan memilik 10-14 blok di dalamnya. 

Seluruh blok tahanan dikabarkan dalam kondisi yang buruk, kotor, bahkan ada yang tidak terkena sinar matahari dan ketika hujan turun air nya masuk ke dalam dan membuat tahanan kebasahan. Beberapa blok juga sangat bau karena kondisi toilet yang penuh dengan kotoran.

Sementara kondisi di DTI Sandakan sedikit lebih baik karena air bersih mengalir selama 24 jam dan kondisinya jauh lebih lowong. Sedangkan di 4 DTI lainnya kondisinya sangat miris. Tidak ada alas tidur yang disediakan di seluruh DTI, fasilitas air juga tidak tersedia 24 jam.

Setiap tahanan harus tidur di lantai yang kasar, terkadang mereka melapisinya dengan kertas kardus sebagai alas. Tahanan tidur dengan kondisi saling berhimpitan satu sama lain. Saat berbaring, kaki mereka akan menyentuh kepada tahanan lain di bawahnya. 

Terkontaminasi Alga Berbahaya, Malaysia Minta Warganya Setop Konsumsi Kerang

Sebanyak 19 warga negara Indonesia (WNI), yang terdiri dari satu calo dan 18 pekerja migran ilegal dan 1 calo bekas pegawai setempat, ditahan oleh aparat Imigrasi Malaysia di Johor Bahru, Jumat, 20 Agustus 2021.

Photo :
  • ANTARA

"Di blok 9 DTI Tawau, saking penuhnya beberapa tahanan terpaksa tidur di toilet. Setiap DTI hanya memiliki satu toilet bersama dengan rata-rata tiga lubang toilet. Jumlah ini tentu saja jauh dibawah cukup untuk penghuninya yang berjumlah di atas 200 orang. Itupun di banyak blok laki-laki, hanya satu lobang toilet yang tidak mampat. Sisanya mampat dan membuat kotoran manusia bertumpuk," paparnya

Bansos Disoalkan, Airlangga Bandingkan dengan Negara Lain: Lebih Rendah dari India hingga Amerika

Beberapa tahanan di DTI Papar bercerita seringkali satu lobang toilet digunakan secara bersamaan oleh dua orang. Satu orang menghadap ke depan dan satunya lagi menghadap ke belakang.

"Kondisi toilet seperti ini membuat banyak tahanan yang harus menahan untuk tidak membuang air besar dalam jangka yang ekstrem. Kami banyak mendengar cerita mereka yang baru buang air besar satu kali dalam dua sampai tiga minggu," katanya

Prabowo Temui Menhan Malaysia, Dapat Ucapan Selamat dan Bahas Stabilitas Kawasan

Melanggar UNHCR

Selama berada berada di DTI, tahanan tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas fisik di luar blok, kecuali ketika menerima kunjungan dari keluarga atau untuk mengikuti proses pendataan oleh Konsulat.

"Mereka harus berada di dalam blok 24 jam sehari sebelum kemudian dideportasi," terang koalisi.

Menurut Koalisi, ketiadaan kebutuhan dasar seperti alas tidur, selimut, baju bersih, perlengkapan mandi, kamar mandi yang bersih dan cukup, dan privasi telah melanggar Pedoman No 8 Pasal 10 yang tertuang dalam Pedoman Penahanan yang dikeluarkan oleh UNHCR. 

Tidak adanya peluang dan fasilitas untuk melakukan aktivitas olahraga fisik, serta aktivitas rekreasional di luar ruang tahanan dengan udara bersih dan cahaya alami juga telah melanggar Pedoman 8 Pasal 8 dari Pedoman Penahanan No 8.

Sebelumnya, Koalisi Buruh Migran Berdaulat (KBMB) mengungkapkan ada 149 warga negara Indonesia meninggal dunia di 5 pusat tahanan imigrasi di Sabah, Malaysia. Kasus kematian di dalam pusat tahanan imigrasi terjadi secara terus menerus di kelima Depot Tahanan Imigrasi (DTI) di Sabah.  

Menurut lembaga tersebut berdasarkan data yang didapatkan dari Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta, jumlah warga negara Indonesia yang meninggal di seluruh pusat tahanan imigrasi di Sabah pada tahun 2021 sebanyak 101, dan Januari–Juni 2022 sebanyak 48 orang.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya