Berkah Musim Haji Buat TKW di Arab Saudi

Audia Syaharani, pekerja wanita Indonesia di Jeddah.
Sumber :
  • MCH 2022 / Zaky Al Yamani

VIVA – Musim haji menjadi berkah tersendiri buat banyak orang. Salah satunya buat TKI (Tenaga Kerja Indonesia) yang berada di Arab Saudi. Hal ini dirasakan seorang pekerja muda, Audia Syaharani.

Embarkasi Solo Akan Berangkatkan 35.977 Jemaah Calon Haji Asal Jateng dan DIY

Kepada tim Media Center Haji (MCH), Audia bercerita baru sebulan bekerja di Arab Saudi, tepatnya di Kota Jeddah Dia dipekerjakan sebagai bagian dari tim hospitality di Terminal Haji Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah.

Bekerja di Terminal Haji bersamaan dengan musim haji, memiliki kesan tersendiri buat Audia. Sebab dia sering bertemu dan berbincang dengan banyak jemaah haji, baik dari Indonesia maupun dari negara lain.

Catat, Dokter Sarankan Jemaah Haji Bawa Obat-obatan Ini ke Tanah Suci

"Kadang ada aja jemaah yang ngajak ngobrol. Nanya dari mana? Udah lama di sini? Ada jemaah Indonesia, atau jemaah lainnya juga. Beberapa ada yang tiba-tiiba ngasih uang riyal," kata perempuan asal Karawang ini.

Di saat proses pemulangan jemaah haji saat ini, dia bersama teman-temannya juga kerap mendapatkan sejumlah makanan dan barang-barang dari para jemaah yang hendak pulang ke Tanah Air.

Jaga Kesehatan, Ini Obat-obatan yang Perlu Dibawa Jemaah Haji

Baru Sebulan Kerja di Arab Saudi

Audia Syaharani datang ke Jeddah melalui jasa yayasan tenaga kerja. Tidak seperti banyak cerita bahwa calon pekerja harus membayar sejumlah uang, dia malah mendapat uang saku di awal bekerja dari yayasannya.

"Saya datang lewat yayasan. Saya tidak perlu keluar uang, malah dibiayain. Dapat uang saku Rp 3 jutaan," katanya saat berbincang dengan Tim MCH (Media Center Haji) di Bandara Jeddah, beberapa waktu lalu.

Ketika ditanyakan bagaimana perasaannya bekerja jauh dari kampung halaman dan menginjakkan kaki pertama kali di Arab Saudi, perempuan berusia 21 tahun itu dengan cepat menjawab, "senang," katanya sambil tersenyum. 

Perempuan berusia 21 tahun ini bercerita, sempat sedih di 10 hari pertamanya di Jeddah. Sebab dia belum bisa berkomunikasi dengan orang tuanya di kampung. "Belum ada wifi jadi enggak bisa nelpon ibu."

Tapi saat ini, dia merasa betah kerja di Jeddah. "Betah. Kerjanya enak. Enggak ada masalah," katanya. Komunikasi pun tidak terkendala. Karena atasannya bisa berbahasa Indonesia dengan baik meski orang Arab asli.

Audia dikontrak dua tahun oleh yayasan yang memperkerjakannya. Dia mendapat fasilitas tinggal berupa mess, di mana di tiap kamar dihuni hingga enam pekerja yang sama-sama berasal dari Indonesia.

Untuk biaya makanan sehari-hari, tidak ditanggung oleh yayasan. Dia bersama penghuni kamar lain patungan untuk belanja kebutuhan sehari-hari. "Kita jadi masak sama-sama biar hemat," katanya.

Audia dan para pekerja lainnya akan diantar pulang pergi oleh bus jemputan yayasan saat jam kerja dimulai atau selesai.

"10 menit dari mess ke sini (Bandara Jeddah). Diantar pakai mobil yayasan," ceritanya.

Bersama teman-temannya yang lain, dia bekerja delapan jam sehari di Bandara Jeddah. Bagaimana dengan hari libur? "Libur sekali dalam seminggu. Saya kebagian libur di hari Selasa, karena tiap karyawan beda-beda."

Audia mengaku selama sebulan pertama kerja di Jeddah lebih memilih menghabiskan hari liburnya di kamar mess saja. "Saya belum jalan-jalan ke mana-mana, hanya tiduran dan istirahat saja di kamar," katanya tersipu.

Sempat Ditentang Orang Tua

Audia bercerita, sebelum memutuskan kerja di Arab Saudi, dia sempat berkuliah di kampung halamannya. Tapi tidak dia selesaikan. "Cuma kuliah satu semester doang, terus berenti," katanya.

Putus kuliah, anak kedua dari lima bersaudara ini memutuskan untuk bekerja. Dia sempat mencoba menjajal peruntungan dengan mencari pekerjaan di Indonesia. "Enggak dapet. Mungkin belum rezekinya."

Kemudian, ada yang menawarinya kerja di Arab Saudi. Dia mendapat informasi lowongan pekerjaan dari tetangganya. Keinginannya kerja di Arab Saudi sempat ditentang orang tua pada awalnya.

"Orang tua sempet enggak ngebolehin. Tapi saya bilang, kalau saya enggak kerja, siapa yang bantu biayain sekolah adik-adik," katanya. Akhirnya orang tuanya mengizinkan dia merantau ke Arab meski dengan syarat. 

Dia tidak dibolehkan oleh orang tuanya bekerja sebagai pembantu. "Alhamdulillah yayasan yang saya kerja saat ini memang hanya menyalurkan buat di sini (bandara), kalau enggak, di mall atau di panti jompo."

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya