Hancurnya Suara Kebebasan Warga Sipil di Masa Pemerintahan Xi Jinping

Polisi China saat berjaga di sidang pengadilan
Sumber :
  • AP Photo/Andy Wong

VIVA Dunia – Aktivis hak asasi manusia mengingat kembali saat masyarakat sipil berkembang di China. Pria bernama Charles itu dapat mendedikasikan waktunya untuk membantu meningkatkan kehidupan orang-orang yang berjuang dalam pekerjaan kerah biru (pekerja kasar).

Daftar Negara Sekutu Iran yang Siap Bantu Jika Perang Terjadi, Ada China hingga Rusia

Sekarang, 10 tahun dalam pemerintahan Presiden Xi Jinping, organisasi masyarakat seperti di mana Charles mengambil bagian telah dicabut dan harapan mereka akan kelahiran kembali telah hancur.

Melansir dari NDTV, Selasa, 4 Oktober 2022, Charles telah melarikan diri dari China dan beberapa teman aktivisnya dipenjara.

Mobil SUV Chery Omoda 7 Tak Lama Lagi Meluncur, Ini Bocoran Spesifikasinya

Presiden Rusia beri tanda kehormatan the Order of St. Andrew ke Xi Jinping

Photo :
  • Sergei Ilnitsky/Pool photo via AP

"Setelah 2015 seluruh masyarakat sipil mulai runtuh dan terfragmentasi," katanya, yang menggunakan nama samaran untuk alasan keamanan.

10 Negara Terluas di Dunia, Indonesia Ada di Urutan Berapa?

Xi di ambang mengamankan masa jabatan ketiga di puncak kekuasaan negara terpadat di dunia. Dia telah mengawasi satu dekade di mana gerakan masyarakat sipil, media independen yang muncul dan kebebasan akademik telah dihancurkan.

Ketika Xi Jinping berusaha untuk menghilangkan segala ancaman terhadap Partai Komunis, banyak pekerja organisasi non-pemerintah, pengacara hak asasi manusia dan aktivis diancam, dipenjara atau diasingkan.

Salah satu media mewawancarai delapan aktivis dan intelektual China yang menggambarkan runtuhnya masyarakat sipil di bawah pemerintahan Xi, meskipun beberapa orang tetap bertekad untuk tetap bekerja meski ada risiko.

Beberapa menghadapi pelecehan dari petugas keamanan yang memanggil mereka setiap minggu untuk diinterogasi. Sementara yang lainnya tidak dapat mempublikasikan atas nama mereka sendiri.

"Rekan-rekan saya dan saya sering mengalami interogasi yang berlangsung lebih dari 24 jam," kata seorang pekerja LSM hak-hak LGBTQ, yang tidak ingin disebutkan namanya. 

Dia menambahkan bahwa trauma psikologis dari interogasi berulang telah menambah kesengsaraannya.

"Kami menjadi semakin tidak mampu, terlepas dari apakah itu dari perspektif keuangan atau operasional, atau pada tingkat pribadi."
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya