- AP Photo/Francois Mori
VIVA Dunia – Kelompok hak asasi manusia Amnesty International mengatakan pada Kamis, 6 Oktober 2022 bahwa setidaknya 82 orang Baluchi telah tewas di Zahedan yakni Ibu Kota Provinsi Sistan dan Baluchistan di Iran sejak Jumat lalu, 30 September 2022.
Kelompok itu mengatakan pasukan keamanan Iran menewaskan sedikitnya 66 orang termasuk anak-anak dan melukai ratusan lainnya setelah menembakkan peluru tajam dan gas air mata ke pengunjuk rasa.
Melansir dari Iran International, Jumat, 7 Oktober 2022, 16 orang juga dinyatakan tewas dalam insiden terpisah di Zahedan di tengah tindakan keras yang sedang berlangsung terhadap protes.
Sumber-sumber lokal Baluchi mengatakan bahwa jumlah korban tewas sebenarnya dari Zahedan setidaknya 91 sementara gambar dan video protes menunjukkan jumlah sebenarnya kemungkinan lebih tinggi.
Terlepas dari klaim media pemerintah bahwa kelompok jihadis Jaish al-Adl Salafi yang bertanggung jawab atas serangan di Zahedan, ulama Sunni lokal Molavi Abdolhamid justru menolak keterlibatan apa pun dari Jaish al-Adl atau kelompok lain mana pun.
Secara luas protes itu disebut sebagai "Jumat Berdarah" di media sosial, serangan itu menandai hari paling mematikan dalam catatan sejak protes nasional dimulai di seluruh Iran tiga minggu lalu, setelah kematian Mahsa Amini dalam tahanan polisi moral.
“Pihak berwenang Iran telah berulang kali menunjukkan ketidakpedulian terhadap kesucian hidup manusia dan tidak akan berhenti untuk mempertahankan kekuasaan. Kekerasan tidak berperasaan yang dilepaskan oleh pasukan keamanan Iran tidak terjadi dalam ruang hampa. Ini adalah hasil dari impunitas sistematis dan respons yang tidak bersemangat oleh komunitas internasional,” kata Sekretaris Jenderal Amnesty International Agnes Callamard.
“Sangat menjijikkan bahwa hampir tiga tahun setelah protes November 2019, di mana ratusan orang dibunuh secara brutal, pihak berwenang Iran tanpa malu-malu melanjutkan serangan kejam mereka terhadap kehidupan manusia,” tambahnya.
Sementara Ulama Sunni Iran terkemuka Molavi Abdolhamid mengkonfirmasi pada 2 Oktober bahwa aparat keamanan berpakaian preman menembakkan peluru tajam ke kepala orang-orang yang tidak bersenjata dalam demonstrasi.