Pamor Xi Jinping Sebagai Pemimpin Rakyat China Dinilai Turun

Presiden China Xi Jinping melambaikan tangan di Beijing, China, 1 Juli 2021
Sumber :
  • ANTARA/Reuters

VIVA Dunia - Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menilai pamor Presiden China, Xi Jinping, turun. Hal itu salah satunya terlihat dari penyebutan dirinya di media pemerintah.

Peremajaan Sawit Jauh dari Target, Airlangga: Hanya 50 Ribu Hektare per Tahun

Tidak Disebut Sebagai Pemimpin Rakyat

“Lebih satu bulan paska kongres nasional ke-20 Partai Komunis China, media pemerintah Tiongkok berhenti menyebut Presiden Xi Jinping sebagai pemimpin rakyat,” kata peneliti CENTRIS, AB Solissa, kepada wartawan, Jumat, 2 Desember 2022.

AS Tuntut 7 Warga China atas Peretasan Jahat yang Disponsori Negara

Presiden China Xi Jinping hadir dalam dinner KTT G20 di GWK Bali.

Photo :
  • Tangkapan layar YouTube

Pamor Turun

SBY Minta Prabowo Perbaki Sistem Pemilu: Politik Uang Makin Menjadi, Lampaui Batas Kewajaran!

Solissa menuturkan istilah pemimpin atau ‘lingxiu’ digunakan Menteri Luar Negeri Wang Yi sebagai bentuk pujian kepada Xi sebagai pemimpin partai besar dan negara besar. Namun, menurutnya, bahasa tersebut justru menunjukkan posisi Xi Jinping yang rapuh, atau pamornya tengah turun di mata rakyat China.

“Kata-kata Wang yang menyebut Xi Jinping sebagai pemimpin negara besar sangat jauh maknanya dari sebutan pemimpin rakyat, yang tentunya mengingatkan bangsa China pada bapak pendiri Tiongkok, Mao Zedong,” katanya.

Kemunduran Politik

Berdasarkan pengamatannya, Solissa melihat media besar negara tidak memberikan alasan mengapa mereka berhenti menggunakan istilah "pemimpin rakyat" saat menyebut Xi Jinping. Mereka mulai menggunakan sebutan pemimpin partai besar dan negara besar.

Ia menduga hal itu karena kemunduran politik Xi Jinping serta memiliki hubungan dengan konstitusi partai yang telah direvisi, di mana teks lengkapnya telah dirilis empat hari setelah kongres nasional Partai Komunis China berakhir.

“Slogan ‘dua pendirian’ yang menunjukkan kesetiaan tertinggi kepada Xi Jinping, tidak dimasukkan ke dalam teks. Ditambah bukan lagi dijuluki sebagai pemimpin rakyat China, wajar jika banyak yang menilai hal ini adalah tanda-tanda kemunduran politik Xi Jinping,” kata Solissa.

Rakyat Menggelar Demonstrasi

Solissa mengatakan turunnya pamor politik Xi Jinping juga dapat dilihat dari situasi China saat ini, di mana rakyat Tiongkok berani melakukan demonstrasi meminta Xi Jinping mundur sebagai presiden.

Demonstran di Beijing, China menentang penguncian dan menuntut Presiden Xi Jinping mundur.

Photo :
  • AP Photo/Ng Han Guan.

Xi Jinping terus mendapat tekanan setelah demonstrasi memprotes pemerintah kian sering terjadi di China belakangan ini. Baru-baru ini, demonstrasi yang terjadi di sejumlah kota seperti Urumqi, Beijing, hingga Shanghai bahkan terang-terangan menuntut Xi dan Partai Komunis untuk mundur.

“Selama ini, China dikenal sebagai negara yang membungkam perbedaan pendapat. Karena itu, demonstrasi apalagi yang menuntut langsung penguasa untuk mundur hampir tidak pernah terjadi di Negeri Tirai Bambu,” kata Solissa.

Semakin meluas, demonstrasi menjalar ke beberapa kota lain di China.Tak peduli dengan tekanan aparat, massa malah makin besar menjelang malam hari. Mereka meneriakkan slogan-slogan seperti, "Xi Jinping mundur! Partai Komunis China mundur!"

Mahasiswa di Hong Kong demo menentang kediktatoran rezim Xi Jinping di China

Photo :
  • AP Photo/Kanis Leung

Sempat bubar di malam hari, para warga melanjutkan aksi mereka pada pagi hari bahkan unjuk rasa lainnya pecah di berbagai kota di China, termasuk ibu kota Beijing.

Di pagi hari, sekitar 200-300 mahasiswa berunjuk rasa di salah satu kampus elite di Beijing, Universitas Tsinghua. Satu video yang sudah diverifikasi AFP menunjukkan para mahasiswa berteriak, "Demokrasi dan supremasi hukum. Kebebasan berekspresi."

“Jelas sekali, ini pertanda turunnya pamor politik Xi Jinping. Namun di sisi lain, ada angin segar bagi jalannya demokrasi di Tiongkok, di mana rakyat China mulai berani melawan tirani di negeri tirai bambu tersebut,” kata Solissa.

Buka Diri ke Pemimpin Negara Lain untuk Tunjukkan Power

Selain itu, ia juga menilai langkah Xi Jinping membuka diri dan menjalin hubungan kembali dengan beberapa pemimpin negara dunia bertujuan untuk menunjukkan power kepada rakyat China yang saat ini marah kepadanya.

Dia menyampaikan taktik cerdik Xi Jinping itu untuk membentuk opini, setelah melihat ada penurunan pamornya sebagai pemimpin Tiongkok setelah Kongres Nasional Ke-30 Partai Komunis China.

Presiden China, Xi Jinping, membangun kembali diplomasi negaranya di tengah isolasi internasional paska merebaknya Virus Corona yang berasal dari negeri mereka.

Pada 14 November lalu, Xi mengadakan pembicaraan tatap muka pertamanya dengan Presiden AS Joe Biden di sela-sela perhelatan akbar G20 di Bali, Indonesia.  

Xi Jinping juga mengadakan pembicaraan tatap muka pertamanya dengan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, di Bangkok, pada 17 November 2022.

Dalam pertemuan tersebut, Xi terlihat mencoba mengakrabkan diri saat berjabat tangan dengan Joe Biden dan Fumio Kishida, untuk menunjukkan kepada dunia bahwasa China telah keluar dari isolasi internasional.

Akan tetapi, tidak sedikit dari para pengamat melihat lebih dalam maksud Xi Jinping sebagai upaya diplomasi dalam negerinya yang saat ini tengah panas, paska ia di daulat memimpin Tiongkok untuk ketiga kalinya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya