Makna Dibalik Normalisasi Hubungan Arab Saudi dengan Israel

Bendera Arab Saudi.
Sumber :
  • Ist

Riyadh – Baru-baru ini, Arab Saudi membangun hubungan normalisasi dengan Israel. Inisiatif tersebut ternyata untuk menjamin kenegaraan Palestina, gencatan senjata di Gaza, dan membebaskan sandera Israel.

Israel Bombardir Rafah, Puluhan Warga Gaza Tewas

Pembahasan ini sedang berlangsung antara negara-negara Arab sebagai bagian dari kesepakatan yang lebih luas.

Rencana tersebut dapat dipresentasikan dalam waktu beberapa minggu, menurut Financial Times, mengutip seorang pejabat senior Arab.

AS dan Israel Kembali Berdiskusi Tentang Evakuasi di Gaza Selatan

Normalisasi hubungan dengan Israel ini bertujuan untuk mencegah konflik regional yang lebih luas, seiring dengan meningkatnya ketegangan di beberapa bidang.

Bendera Saudi Arabia

Photo :
  • strive4impact
Di Forum Parlemen MIKTA, Puan Ingatkan Krisis di Gaza Berdampak pada Stabilitas Global

Kekuatan regional Arab Saudi, yang menunda perundingan normalisasi dengan Israel pada awal perang Gaza, bisa menjadi salah satu negara yang secara resmi mengakui Israel, jika Tel Aviv menyetujui rencana tersebut.

Menteri Luar Negeri Kerajaan Arab mengatakan dalam pertemuan tahunan Forum Ekonomi Dunia di Davos minggu ini bahwa Riyadh siap untuk mengakui Israel, hanya jika Tel Aviv mengambil langkah untuk mengakui negara Palestina.

Israel, yang didukung oleh sekutu utamanya AS, sangat tertarik untuk menjalin hubungan dengan Arab Saudi, negara dengan perekonomian terbesar di dunia Arab dan rumah bagi situs-situs suci umat Islam.

Israel sendiri sudah menjalin hubungan dengan enam negara Arab seperti Mesir, Yordania, Uni Emirat Arab, Bahrain, Maroko, dan Sudan, meskipun ada kecaman dari masyarakat luas.

"Negara-negara Barat juga harus secara resmi mengakui Palestina sebagai sebuah negara, sesuai dengan inisiatif tersebut, atau setidaknya mendukung Palestina untuk diberikan keanggotaan penuh di PBB," menurut laporan FT.

Pemerintah AS telah berulang kali menyatakan dukungannya terhadap revitalisasi Otoritas Palestina, dengan bergabungnya kembali Gaza dan Tepi Barat yang diduduki di bawah pemerintahan bersatu.

Otoritas Palestina yang dipimpin Fatah menguasai sebagian Tepi Barat sementara Hamas menguasai Gaza.

Namun, kelompok sayap kanan Israel, termasuk Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, mengatakan bahwa mereka sepenuhnya menentang hal itu. 

Mereka ingin terus membangun pemukiman ilegal di Tepi Barat.

Beberapa pejabat Israel telah menyerukan pengusiran warga Palestina dari Gaza untuk memberi jalan bagi pemukiman kembali warga Yahudi di Israel.

Melansir dari The New Arab, Jumat, 19 Januari 2024, ada tekanan yang meningkat terhadap Israel untuk mengakhiri perang.

Bendera Israel.

Photo :
  • Atalayar

Namun, Netanyahu mengatakan Israel akan terus berperang di Gaza sampai semua tujuan tercapai, dan ia berjanji untuk menghancurkan Hamas.

Serangan udara dan darat Israel telah menewaskan hampir 25.000 orang, sebagian besar warga sipil, sejak 7 Oktober 2023.

Operasi Israel terjadi ketika Hamas melancarkan serangan mendadak di Israel selatan, dan menewaskan sekitar 1.100 orang.

Hamas mengatakan serangannya merupakan respons terhadap blokade Israel selama puluhan tahun di Gaza dan agresi terhadap warga Palestina.

Lebih dari 250 sandera juga disandera oleh Hamas, beberapa di antaranya ditukar dengan tahanan Palestina sebagai bagian dari gencatan senjata jangka pendek yang dicapai pada bulan November.

Ada kekhawatiran yang berkembang bahwa perang Gaza dapat meningkat menjadi konflik regional yang besar. Salah satunya kelompok Hizbullah di Lebanon telah terlibat dalam bentrokan sengit lintas batas dengan militer Israel sejak Oktober.

Selain itu, kelompok Houthi di Yaman telah menargetkan kapal-kapal milik Israel atau tujuan Israel di Laut Merah, dan milisi yang didukung Iran telah menargetkan pasukan AS di Irak dan Suriah.

Komandan senior Hamas, Hizbullah, Irak dan Iran juga telah dibunuh dalam serangan atau pemboman Israel dan AS.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya