7 Fakta Mengerikan Eks Presiden Filipina Duterte, Ditangkap atas Pembantaian 30 Ribu Nyawa

Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte
Sumber :
  • AP Photo

Manila, VIVA – Mantan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, resmi ditangkap berdasarkan surat perintah yang dikeluarkan Mahkamah Pidana Internasional (ICC). 

ICC Selidiki Dugaan Pelanggaran Seksual, Jaksa Karim Khan Ambil Cuti

Penangkapan ini berkaitan dengan dugaan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam "perang melawan narkoba" yang ia jalankan selama masa kepemimpinannya dari 2016 hingga 2022.

Presiden Filipina Rodrigo Duterte.

Photo :
  • ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Wisnu Widiantoro
Dorong Kolaborasi dengan ICC, Indonesia Kirim 3 Wakil Bahas Revisi Aturan Arbitrase Internasional di Paris

1. Duterte Ditangkap di Bandara Manila

Duterte ditahan setibanya di Bandara Manila pada Selasa 11 Maret 2025 setelah kembali dari Hong Kong. Pemerintah Filipina mengonfirmasi bahwa penangkapan ini dilakukan atas permintaan ICC melalui Interpol.

Penangkapan Duterte di Manila, Legalitas Red Notice Dipertanyakan

"Saat tiba, jaksa agung menyampaikan pemberitahuan ICC terkait surat perintah penangkapan kepada mantan presiden atas kejahatan terhadap kemanusiaan," demikian pernyataan resmi pemerintah Filipina yang dikutip dari Al Jazeera.

Putrinya, Veronica Duterte, mengunggah video di media sosial yang memperlihatkan ayahnya mempertanyakan dasar hukum dari penangkapannya.

"Apa hukumnya dan apa kejahatan yang telah saya lakukan?" ujar Duterte dalam video tersebut.

2. Perang Melawan Narkoba yang Mengerikan

Selama masa kepemimpinannya, Duterte melancarkan perang brutal terhadap narkoba. Berdasarkan catatan kepolisian, lebih dari 7.000 orang tewas dalam operasi anti narkoba. Namun, kelompok hak asasi manusia mengklaim angka sebenarnya mencapai lebih dari 30.000 korban jiwa, termasuk anak-anak dan warga yang tidak bersalah.

Banyak korban ditemukan tewas tanpa adanya proses hukum yang adil. 

Selain itu, beberapa korban diduga dibunuh oleh aparat keamanan sendiri dengan dalih perlawanan saat penggerebekan. 

Laporan PBB juga menyebutkan bahwa kebijakan ini lebih banyak menyasar kelompok masyarakat miskin, sementara bandar besar narkoba jarang tersentuh hukum.

3. Dugaan Pengaruh Besar Duterte Meski Tak Lagi Berkuasa

Mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte

Photo :
  • AP Photo

Meski telah lengser, Duterte dinilai masih memiliki pengaruh politik yang cukup besar di Filipina. 

ICC menegaskan bahwa penangkapannya diperlukan untuk mencegah kemungkinan intervensi terhadap proses penyelidikan serta melindungi para saksi dan korban.

"Mengingat risiko yang ditimbulkan, penangkapan Duterte adalah langkah yang perlu dilakukan," tulis surat perintah penangkapan yang dikeluarkan ICC pada 7 Maret.

4. Filipina Hindari Tanggung Jawab Hukum dengan Menarik Diri

Penyelidikan ICC terhadap Duterte sudah berlangsung sejak 2018. Namun, Duterte menanggapi dengan menarik Filipina dari Statuta Roma pada 2019, yang dianggap sebagai upaya untuk menghindari tanggung jawab hukum.

Pemerintahannya juga berulang kali mengklaim bahwa otoritas Filipina telah melakukan investigasi internal yang cukup, sehingga ICC tidak berhak campur tangan.

Namun, pada 2023, hakim banding ICC menolak keberatan dari pemerintahan Duterte dan mengizinkan penyelidikan dilanjutkan. 

Sebagai pengadilan internasional yang menangani kasus genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan, ICC memiliki kewenangan untuk turun tangan ketika suatu negara dianggap tidak mampu atau tidak bersedia mengadili pelaku kejahatan berat.

5. Duterte dan Citra Kota Davao

Sebelum menjadi presiden, Duterte adalah wali kota Davao selama 22 tahun. Ia membangun citra sebagai pemimpin tegas yang mampu memberantas kejahatan jalanan. 

Kampanye "perang melawan narkoba" yang ia terapkan di tingkat nasional merupakan kelanjutan dari kebijakan serupa di Davao, yang disebut-sebut melibatkan regu pembunuh untuk menghabisi para tersangka kriminal.

Meskipun ia mengklaim kebijakannya berhasil menurunkan angka kriminalitas, banyak pihak menilai bahwa kebrutalan tersebut lebih banyak merugikan masyarakat miskin dan tidak menyentuh aktor-aktor utama di balik peredaran narkoba di Filipina.

6. Tak Menyesal, Tetap Bersikeras

Dalam berbagai kesempatan, Duterte menegaskan bahwa ia tidak menyesali kebijakan kerasnya.

"Jangan pertanyakan kebijakan saya karena saya tidak meminta maaf, tidak ada alasan. Saya melakukan apa yang harus saya lakukan untuk negara saya," ujarnya dalam sebuah penyelidikan parlemen pada Oktober lalu.

Penangkapan Duterte menjadi momen bersejarah yang menandai potensi keadilan bagi ribuan korban kebijakan brutalnya.

7. Human Rights Watch: Langkah Penting Menuju Keadilan

Organisasi hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), menyambut baik penangkapan ini.

"Penangkapannya dapat membawa para korban dan keluarga mereka lebih dekat ke pengadilan dan mengirimkan pesan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Pemerintah Marcos harus segera menyerahkannya ke ICC," kata Bryony Lau, wakil direktur HRW untuk Asia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya