Kecaman Global: PBB Selidiki Tudingan Pengambilan Organ Paksa oleh Tiongkok

Foto ilustrasi tindakan operasi.
Sumber :
  • Pixabay/pexels

Tiongkok, VIVA – Dalam perkembangan bersejarah, Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) sekali lagi menarik perhatian global terhadap tuduhan mengkhawatirkan mengenai pengambilan organ secara paksa di Tiongkok. Masalah ini, yang telah lama menjadi isu hak asasi manusia yang kontroversial, muncul kembali secara mencolok pada sesi UNHRC baru-baru ini yang diadakan di Jenewa pada bulan Maret 2025.

Dominasi Mobil Listrik China Terancam! Uni Eropa dan Turki Perketat Aturan Dagang

Dilansir The Hongkong Post, Rabu 12 Maret 2025, masyarakat internasional menyatakan keprihatinan yang mendalam atas bukti kredibel yang mengarah pada pengambilan organ secara paksa secara sistematis, yang diduga menargetkan tahanan hati nurani, termasuk praktisi Falun Gong, Muslim Uighur, warga Tibet, dan kelompok minoritas lainnya.

Praktik ini, yang secara luas dikutuk sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia, telah memicu kemarahan yang luas di kalangan aktivis hak asasi manusia, badan internasional, dan organisasi etika medis. Pertemuan UNHRC menandai titik krusial dalam menangani pelanggaran hak asasi manusia yang terus berlanjut di Tiongkok, membawa pengawasan baru terhadap industri transplantasi organ yang kontroversial di Beijing.

Ria Ricis Ungkap Tantangan Syuting di Tiongkok untuk Film Assalamualaikum Beijing 2: Lost in Ningxia

Dugaan pengambilan organ secara paksa di Tiongkok bermula pada awal tahun 2000-an ketika organisasi hak asasi manusia internasional, jurnalis, dan penyintas mulai melaporkan pelanggaran yang meluas dan sistematis dalam sistem medis dan penjara Tiongkok. Praktik ini terutama menargetkan tahanan hati nurani — individu yang dipenjara karena keyakinan agama, perbedaan pendapat politik, atau identitas etnis mereka.

Falun Gong, sebuah latihan spiritual yang berakar pada meditasi tradisional Tiongkok dan ajaran moral, telah menjadi pusat tuduhan ini. Sejak 1999, Partai Komunis Tiongkok (PKT) telah dituduh melakukan penangkapan massal, penahanan, dan pengambilan organ paksa dari praktisi Falun Gong.

AS Berhasil Lakukan Transplantasi Kandung Kemih Pertama di Dunia

Dalam beberapa tahun terakhir, bukti telah muncul bahwa Muslim Uighur yang ditahan di wilayah Xinjiang, serta warga Tibet dan pembangkang politik, juga telah menjadi sasaran pengambilan organ secara paksa.

Ilustrasi operasi jantung.

Photo :
  • Freepik.

Industri transplantasi organ di Tiongkok telah tumbuh secara eksponensial selama dua dekade terakhir, sehingga menimbulkan kekhawatiran mengenai sumber organ. Menurut berbagai laporan hak asasi manusia, Tiongkok telah membangun industri transplantasi organ senilai miliaran dolar, dengan pasien dari seluruh dunia bepergian ke Tiongkok untuk transplantasi organ karena waktu tunggunya yang lebih singkat.

Para profesional medis dan mantan tahanan telah melaporkan bahwa organ sering diambil tanpa persetujuan dari individu yang dipenjara, yang menjadi sasaran perlakuan tidak manusiawi sebelum dibunuh untuk diambil organnya. Hal ini telah memicu kecaman luas dari organisasi-organisasi hak asasi manusia, dengan beberapa menyebutnya sebagai “kejahatan terhadap kemanusiaan.”

Pertemuan Dewan Hak Asasi Manusia PBB baru-baru ini yang diadakan di Jenewa pada tanggal 4-6 Maret 2025, menaruh perhatian besar pada praktik pengambilan organ secara paksa oleh Tiongkok. Selama sesi tersebut, beberapa negara anggota, organisasi hak asasi manusia internasional, dan mantan tahanan menyajikan bukti yang mengganggu tentang keterlibatan Tiongkok dalam pengambilan organ secara paksa.

Sidang diawali dengan pernyataan dari Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, yang menegaskan kembali komitmen Dewan untuk menangani pelanggaran hak asasi manusia secara global. Komisaris menekankan bahwa bukti yang kredibel dan semakin banyak mengenai pengambilan organ secara paksa di Tiongkok tidak dapat diabaikan lagi.

Salah satu momen paling berkesan dalam sesi ini muncul saat para penyintas pengambilan organ secara paksa memberikan kesaksian yang mengerikan. Di antara mereka adalah Jiang Li, mantan praktisi Falun Gong yang ditahan di kamp kerja paksa Tiongkok selama lima tahun. Ia merinci bagaimana para tahanan menjalani tes darah dan pemeriksaan medis rutin sambil menjalani kondisi yang keras.

Kesaksian lain datang dari Mehmet Adil, seorang Muslim Uyghur dari Xinjiang yang ditahan di “kamp pendidikan ulang” sebelum melarikan diri ke Turki. Adil bersaksi bahwa beberapa rekan tahanannya dibawa pergi tanpa penjelasan, dan kemudian keluarga mereka diberi tahu tentang kematian mereka dalam “kondisi yang tidak diketahui.”

Siswa sekolah asrama khusus asal Tibet menjalani pendidikan jasmani.

Photo :
  • AP Photo | Andy Wong

Selama sesi tersebut, organisasi hak asasi manusia internasional seperti Amnesty International, Human Rights Watch, dan Koalisi Internasional untuk Mengakhiri Penyalahgunaan Transplantasi di Tiongkok (ETAC) menyajikan laporan terperinci yang menyoroti skala pengambilan organ secara paksa di Tiongkok.

Laporan ETAC mengungkapkan bahwa sekitar 60.000 hingga 100.000 transplantasi organ terjadi setiap tahun di China, meskipun program donor sukarela resmi negara tersebut melaporkan angka yang jauh lebih rendah.

Perbedaan besar ini semakin memicu tuduhan adanya pengambilan organ secara luas dari para tahanan yang tidak bersedia.
Perwakilan Amnesty International pada pertemuan tersebut juga menyerukan penyelidikan internasional independen terhadap masalah tersebut, mendesak China untuk memberikan akses tanpa batas kepada penyelidik PBB untuk memeriksa pusat penahanan dan rumah sakit.

Seperti yang diprediksi, Tiongkok dengan tegas membantah semua tuduhan pengambilan organ secara paksa selama pertemuan UNHRC.

Delegasi Tiongkok menepis klaim tersebut sebagai “rekayasa jahat” yang bertujuan mencoreng reputasi internasional Tiongkok.
Duta Besar Tiongkok untuk PBB, Zhang Jun, menyatakan bahwa Tiongkok memiliki sistem donasi organ sukarela yang diatur dengan baik dan menuduh negara-negara Barat mempolitisasi masalah hak asasi manusia untuk mencampuri urusan dalam negeri Tiongkok.
Duta Besar tersebut lebih lanjut menegaskan bahwa tuduhan tersebut berakar pada misinformasi dan merupakan bagian dari kampanye yang lebih luas untuk melemahkan posisi global Tiongkok.

Tiongkok juga menyajikan data yang menunjukkan pertumbuhan sistem donasi organ sukarela selama bertahun-tahun, menghubungkan peningkatan transplantasi organ dengan perbaikan infrastruktur perawatan kesehatan. Namun, data tersebut disambut dengan skeptisisme dari negara-negara anggota PBB dan organisasi hak asasi manusia, karena angka-angka tersebut gagal membenarkan transplantasi organ skala besar yang terjadi di Tiongkok.

Ilustrasi operasi

Photo :
  • Pixabay

Pertemuan terkini UNHRC menuai kecaman luas dari beberapa negara dan organisasi internasional. Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Jepang, dan Australia termasuk negara-negara terkemuka yang menuntut penyelidikan komprehensif dan independen terhadap industri transplantasi organ di China.

Perwakilan AS menyatakan kekhawatiran mendalam atas bukti kredibel yang disajikan dan menyerukan sanksi yang ditujukan kepada individu dan lembaga yang terlibat dalam pengambilan organ secara paksa. Demikian pula, Uni Eropa (UE) menegaskan kembali komitmennya untuk mencari pertanggungjawaban bagi mereka yang bertanggung jawab atas kejahatan pengambilan organ.

Para pakar hukum dan organisasi hak asasi manusia telah meminta Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) untuk menyelidiki dan mengadili individu yang bertanggung jawab atas pengambilan organ secara paksa di Tiongkok.

Kasus ini sangat mirip dengan kejahatan yang dituntut berdasarkan Pengadilan Nuremberg setelah Perang Dunia II.Pertemuan UNHRC tahun 2025 telah memperkuat tekanan internasional terhadap Tiongkok, mendorong akuntabilitas dan transparansi.
Resolusi PBB yang diusulkan, jika disahkan, dapat menyebabkan sanksi global dan isolasi lebih lanjut terhadap Tiongkok di komunitas internasional.

Tuntutan agar PBB melakukan penyelidikan independen telah memperoleh momentum yang cukup besar, dengan beberapa negara berjanji untuk menuntaskan masalah tersebut secara agresif. Namun, potensi ketidak-kerjasamaan Tiongkok menimbulkan tantangan besar dalam membangun akuntabilitas.

Pertemuan terkini Dewan Hak Asasi Manusia PBB pada tahun 2025 sekali lagi mengungkap sisi gelap industri transplantasi organ di Tiongkok. Bukti kredibel mengenai pengambilan organ secara paksa yang menyasar tahanan hati nurani, khususnya praktisi Falun Gong, Muslim Uighur, dan minoritas lainnya, telah memicu kemarahan internasional baru.

Kamp pendidikan vokasi bagi Uighur di Xinjiang, China

Photo :
  • Video BBC

Sementara Tiongkok terus membantah tuduhan tersebut, masyarakat internasional kini telah mencapai titik kritis di mana tidak adanya tindakan dapat mengakibatkan pelanggaran hak asasi manusia berskala besar yang berkelanjutan. Keberhasilan resolusi dan pembentukan investigasi independen tetap krusial dalam menentukan apakah para pelaku pengambilan organ paksa di Tiongkok akhirnya akan dimintai pertanggungjawaban.

Dunia kini mengamati dengan saksama saat sejarah bergerak maju menuju terobosan potensial dalam salah satu pelanggaran hak asasi manusia yang paling mengganggu di abad ke-21.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya