Trump Ingin Reformasi Aturan Pemilu di AS, tapi Buru-buru Dicegat Hakim
- Al Jazeera
Washington, VIVA – Seorang hakim Amerika Serikat (AS), pada Kamis, 24 April 2025, mencegat perintah Presiden Donald Trump, yang ingin mereformasi pemilu di AS.
Melansir dari The Sundaily, Jumat 25 April 2025, Hakim Colleen Kollar-Kotelly secara khusus mencegah pemerintahan Trump untuk mengharuskan pemilih memberikan bukti kewarganegaraan AS saat mendaftar untuk memilih di tingkat negara bagian.
Perintah eksekutif yang ditandatangani pada akhir Maret itu memberikan pembatasan pemungutan suara melalui pos, yang telah dikritik Trump selama bertahun-tahun.
VIVA Militer: Ilustrasi kematian prajurit Amerika Serikat (AS)
- Defense Visual Information Distribution Service
Perintah tersebut juga telah menghadapi gelombang kritik dari Partai Demokrat.
Bendera Amerika Serikat (AS).
- feelgrafix.com
Kollar-Kotelly pun membenarkan bahwa dia sengaja mencegah perintah Trump setelah peninjauan lebih lanjut atas isinya, yang membuat penggugat kemungkinan besar akan menang.
"Konstitusi kita mempercayakan Kongres dan Negara Bagian, bukan Presiden dengan kewenangan untuk mengatur pemilihan federal," tulisnya dalam keputusan setebal 120 halaman.
Kollar-Kotelly juga menolak bagian penting dari perintah Trump, yang mengharuskan negara bagian untuk memberlakukan batas waktu pengiriman surat suara bertepatan dengan penutupan tempat pemungutan suara pada Hari Pemilihan.
Meskipun kewarganegaraan AS diperlukan untuk memberikan suara dalam pemilihan federal, tidak semua negara bagian mengharuskan pemilih untuk membawa dokumen yang membuktikan status kewarganegaraan mereka, dan memilih metode verifikasi lainnya.
Negara bagian yang gagal mematuhi perintah eksekutif tersebut diancam akan dipotong dana pemilihan federalnya.
Richard Hasen, seorang profesor hukum di University of California, Los Angeles, menggambarkan perintah eksekutif tersebut sebagai tindakan yang berbahaya karena dapat berpotensi mencabut hak pilih jutaan pemilih.
Dalam sebuah posting di blog Election Law miliknya pada bulan Maret, Hasen menyebut arahan Trump sebagai "perebutan kekuasaan eksekutif," dan mencatat bahwa pemilihan federal sebagian besar merupakan tanggung jawab negara bagian, dengan Kongres menetapkan aturan untuk pelaksanaan pemilihan.