- ANTARA/Ahmad Subaidi
VIVAnews - Para Menteri Luar Negeri ASEAN meminta agar sanksi internasional atas Myanmar (Burma) dicabut. Pencabutan sanksi itu berguna bagi Myanmar yang mulai membuka diri setelah menyelenggarakan pemilihan umum dan membebaskan tokoh pro-demokrasi Aung San Suu Kyi akhir tahun lalu.
“ASEAN ingin melihat pencabutan segera atau keringanan sanksi yang dikenakan atas Myanmar oleh beberapa negara,” ujar Menlu Indonesia, Marty Natalegawa, usai pertemuan informal para Menlu ASEAN di Lombok, Minggu 16 Januari 2011, seperti dilansir stasiun televisi BBC.
Natalegawa tidak menyebut negara mana saja yang menerapkan sanksi atas Myanmar. Namun, menurut media-media massa internasional, Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa serta Kanada menerapkan embargo ekonomi dan perdagangan kepada negara di Asia Tenggara itu akibat pemasungan demokrasi di bawah kendali junta militer dalam beberapa dekade terakhir.
Pemilu pertama Myanmar dalam kurun 20 tahun terakhir, yang berlangsung November 2010, dianggap oleh beberapa pihak di Barat sebagai pemilu palsu untuk melangggengkan kekuatan junta. Namun, Natalegawa mengatakan bahwa ASEAN menyambut baik pemilu tersebut sebagai salah satu langkah ke depan bagi Myanmar.
Natalegawa menganggap pemilu Myanmar telah berjalan dengan sangat kondusif dan transparan. Dia juga mengatakan bahwa pemimpin pro-demokrasi Myanmar, Aung San Suu Kyi adalah bagian dari solusi, bukan merupakan masalah.
“Para pemimpin ASEAN mendesak, terutama setelah pembebasan Aung San Suu Kyi pasca pemilu, agar kebijakan pemberian sanksi atas Myanmar dikaji kembali karena berpengaruh terhadap perkembangan di Myanmar,” ujar Natalegawa.
“Pembebasan Aung San Suu Kyi dan pemilu saja tidak cukup. Kami mendesak dilakukannya dialog yang kondusif dan terbuka di Myanmar,” lanjut Natalegawa lagi.
Pernyataan ini menyusul pernyataan dari beberapa kelompok partai etnis Myanmar yang memohon untuk pencabutan sanksi ekonomi oleh beberapa negara.
“Sanksi tersebut menyebabkan banyak kesulitan pada beberapa wilayah perdagangan penting, investasi dan teknologi modern bagi perkembangan etnis di beberapa wilayah,” ujar pernyataan bersama yang dibuat oleh lima partai yang memenangkan pemilu Myanmar tersebut.
Beberapa negara, diantaranya Amerika Serikat, Eropa, Australia, Selandia Baru, memberikan larangan bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki hubungan dengan junta, membekukan aset-aset junta di luar negeri dan menolak permohonan pinjaman serta bantuan. (umi)