- Dokumentasi BNP2TKI
VIVAnews - Dua negara pengimpor utama pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia, Malaysia dan Arab Saudi, kian sulit mendapatkan pekerja dari Tanah Air. Puluhan ribu keluarga di Malaysia sudah merasakan dampaknya dan agen di Arab Saudi mengeluhkan mahalnya biaya perekrutan.
Media massa di Malaysia beberapa pekan lalu mengungkapkan bahwa tidak sedikit keluarga di Negeri Jiran yang sudah merasakan susahnya mencari PRT Indonesia. Data dari Asosiasi Agen Pembantu Asing Malaysia (Papa) mengungkapkan bahwa 35.000 keluarga tercatat masuk dalam daftar tunggu.
Kini, butuh waktu lebih dari tujuh bulan untuk mendapatkan PRT, demikian data dari Papa seperti yang dikutip harian The Star, 11 Januari 2011. Harian Malaysia itu juga mengungkapkan turunnya tingkat kedatangan PRT dari Indonesia. Beberapa bulan lalu masih 1.000 orang per bulan, kini turun drastis jadi 200 orang per bulan.
Situasi ini merupakan dampak dari kebijakan pemerintah Indonesia yang menghentikan pengiriman PRT ke Malaysia sejak Juni 2009, menyusul banyaknya kasus penganiayaan dan kesewenang-wenangan para pembantu dari majikan masing-masing.
Larangan itu akan dicabut bila sudah ada kesepakatan menyeluruh antarpemerintah kedua negara menyangkut perekrutan dan perlindungan PRT Indonesia di Malaysia. Namun, perundingan masih berjalan alot lantaran belum adanya kesamaan sikap dari kedua pemerintah menyangkut standar gaji bagi PRT.
Di Malaysia, menurut Star, PRT Indonesia sangat laku direkrut lantaran bisa digaji lebih murah. PRT Indonesia rata-rata menerima gaji RM600, atau setengahnya dari rata-rata upah yang diterima pembantu dari Filipina.
Dalam beberapa bulan terakhir, para agen di Malaysia berupaya mendatangkan pembantu dari Kamboja sebagai alternatif. Namun, hasilnya kurang memuaskan, karena terkendala masalah bahasa dan usia minimal perekrutan.
Arab Saudi pun mengalami kendala serupa. Kalangan agen mengeluhkan kebijakan baru pemerintah Saudi yang menaikkan biaya perekrutan PRT dari Indonesia.
Menurut harian Saudi Gazzette, Rabu 26 Januari 2011, biaya perekrutan pembantu dari Tanah Air naik SR2.000 menjadi SR8.000. Itu belum termasuk biaya pengurusan visa sebesar SR2.000 per orang. Kenaikan ini mempengaruhi turunnya minat untuk merekrut pembantu dari Indonesia
Menurut Gazette, Kedutaan Besar Saudi di Jakarta dulunya memproses izin (visa) kerja sebanyak hampir 2.000 orang per hari. Kini, jumlahnya menurun drastis hingga tidak sampai 200 orang per hari.
Di Saudi pun tidak jarang muncul kasus penganiayaan maupun pembunuhan pembantu Indonesia. Salah satu kasus penyiksaan, bahkan menyita perhatian publik di Saudi, saat pembantu bernama Sumiati menerima siksaan berat.
Harian Arab News, 23 Januari 2011, mengungkapkan bahwa para agen PRT di Saudi kini mulai berinisiatif mendatangkan tenaga baru dari Nepal sebagai alternatif. Selain itu, dijajaki perekrutan tenaga dari Kamboja, Pantai Gading, dan Mali. (art)