- AP Photo
VIVAnews - Militer Amerika Serikat (AS) masih mempelajari semua opsi atas situasi di Libya, termasuk penerapan zona larangan terbang.
Penerapan operasi militer itu tidak akan mudah dan berisiko menimbulkan korban jiwa sehingga militer AS tidak mau gegabah langsung menyetujui misi tersebut.
Seperti dikutip harian The Washington Post, Selasa 1 Maret 2011, konsekuensi zona larangan terbang di Libya itu dijelaskan oleh Panglima Komando Militer AS, Jenderal James Mattis, dalam rapat dengan Senat AS di Washington DC.
"Itu jelas merupakan operasi militer," kata Mattis. "Itu berarti tidak sekadar bilang kepada orang bahwa mereka tidak boleh menerbangkan pesawat," lanjut Mattis.
Kalangan pejabat militer dan pemerintah AS masih memverifikasi laporan apakah rezim Muammar Khadafi betul-betul telah menggunakan pesawat terbang dan helikopter untuk menembaki massa yang beroposisi di Kota Benghazi dan sejumlah wilayah lain yang memberontak.
AS juga memeriksa sejumlah kabar dari media massa bahwa sejumlah pilot Libya membelot setelah mendapat perintah menembaki rakyat sendiri dengan pesawat tempur.
Namun, kalangan diplomat AS dan Eropa dalam beberapa hari terakhir telah menggulirkan wacana penerapan zona larangan terbang atas Libya. Bahkan - menurut harian The Guardian - Perdana Menteri Inggris, David Cameron, sempat menggulirkan ide itu sebelum ditarik kembali karena belum ada tanggapan serius dari AS.
Menurut Mattis, langkah yang dilakukan militer AS bila menerapkan zona larangan terbang harus melumpuhkan semua pesawat tempur dan fasilitas pertahanan udara Libya. Meski kemampuan udara Libya kalah jauh dari AS dan NATO, mereka masih memiliki sejumlah rudal anti pesawat.
Kalangan pengamat memperkirakan bahwa sedikitnya butuh 150 unit pesawat tempur untuk berpatroli di zona larangan terbang di Libya. Pangkalan militer AS yang paling dekat dengan Libya berada di Italia bagian selatan dan mendapat dukungan kapal induk di Laut Merah.
Ketua Gabungan Kepala Staf Militer AS, Laksamana Mike Mullen, menyatakan bahwa penerapan zona larangan terbang di Libya merupakan operasi yang "pelik." Misi itu pernah dijalankan AS di Irak dan Bosnia pada dekade 1990-an.