- Antara/ Widodo S Jusuf
VIVAnews - Pemberitaan dua harian utama Australia, The Age dan Sydney Morning Herald, tak ayal membuat jajaran pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono gerah. Kedua media itu mempublikasikan sejumlah kawat diplomatik rahasia Kedubes AS di Jakarta, yang dibocorkan WikiLeaks. Isinya gawat: diplomat AS menuding Presiden SBY telah menyalahgunakan kekuasaannya selama memerintah.
Pemerintah AS sudah menyatakan penyesalan mendalam atas pemberitaan tersebut. Namun, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa masih mempertanyakan permintaan maaf itu. "Tetapi kami perlu menanyakan apakah ini sesuatu yang memadai?" kata Marty, di Istana Kepresidenan, Jumat 11 Maret 2011.
Menurut Marty, Indonesia harus mempertanyakan apakah masalah ini cukup diselesaikan dengan hanya menyampaikan permintaan maaf. "Saya tidak tahu. Rasa-rasanya sudah menjadi sesuatu yang menganggu kita semua," kata dia.
Marty menilai pernyataan Amerika Serikat soal pembocoran informasi rahasia itu sebagai pernyataan standar. "Karena mereka selalu menyatakan tidak bisa mengkonfirmasi informasi yang konon bersumber dari dokumen rahasia," kata dia.
Apabila permintaan maaf pemerintah AS tidak cukup, lantas apa yang diinginkan pemerintah Indonesia?
"Saya tidak bilang tidak cukup. Saya hanya menyampaikan pernyataan pada Anda semua. Bagaimana perasaan Anda?" kata Marty balik bertanya.
Dia menambahkan, pemerintah ingin ada sesuatu yang bisa menjamin bahwa hal ini tidak terulang kembali.