- Antara/ Widodo S Jusuf
VIVAnews - Presiden Yaman, Ali Abdullah Saleh, kian menderita tekanan politik setelah ditolak oleh sukunya sendiri. Bersama para kelompok oposisi dan mahasiswa, yang telah berdemonstrasi sejak awal tahun ini, para tetua suku Hashed, yang semula mendukung Saleh, justru menuntut dia agar segera mundur dari jabatannya.
Menurut kantor berita Associated Press, Saleh sudah membubarkan kabinet pada Minggu kemarin setelah dia mendengar isu para menteri akan menggundurkan diri secara massal. Pada akhir pekan lalu, Menteri urusan HAM dan Duta Besar Yaman untuk PBB telah mengundurkan diri.
Pada Sabtu pekan lalu, atau sehari setelah bentrokan berdarah di Ibukota Sanaa, kepala suku Hashed, Sheik Sadiq al-Ahmar, bertemu dengan para ulama di rumahnya untuk menyatakan dukungan bagi oposisi, yang menuntut agar Saleh segera mundur.
"Kami menyambut baik atas sikap rakyat di lapangan [Universitas Sanaa]," kata al-Ahmar merujuk kepada lokasi yang menjadi basis pergerakan anti Saleh.
Al-Ahmar tidak langung memerintahkan semua anggota sukunya agar mendukung pernyataan itu. Namun, menurut seorang pejabat Yaman, Al-Ahmar memiliki pengaruh yang sangat besar.
Sejak Januari lalu, Yaman dilanda aksi protes di berbagai kota. Para pemrotes menuntut perbaikan kesejahteraan sekaligus mendesak Presiden Ali Abdullah Saleh agar segera turun.
Memerintah selama hampir 32 tahun, Saleh dan rezimnya dianggap sudah tercemar korupsi dan tidak mampu lagi menjaga wibawa di daerah-daerah. Sumber penghasilan utama Yaman, yaitu minyak mentah, dikhawatirkan bisa habis dalam satu dekade berikut.