Damaikan Korea, Jimmy Carter Kunjungi Korut

Mantan Presiden AS, Jimmy Carter, saat berada di Korea Utara
Sumber :
  • AP Photo/Xinhua, Yao Ximeng

VIVAnews - Mantan Presiden Amerika Serikat, Jimmy Carter, dan tiga mantan kepala negara lainnya akan mengunjungi Korea Utara (Korut). Misi mereka adalah membawa kembali permasalahan antara Korut dan Korea Selatan (Korsel) ke meja perundingan.

Dilansir dari laman CNN, Senin, 25 April 2011, Carter akan mengunjungi Korut pada Selasa, 26 April 2011, selama tiga hari. Dia ditemani oleh mantan Presiden Finlandia, Martti Ahtisaari, mantan Perdana Menteri Norwegia, Gro Brundtland dan mantan Presiden Irlandia, Mary Robinson. Bersama, mereka tergabung dalam pensiunan pemimpin dunia yang dijuluki "Para Tetua" yang dibentuk oleh mantan Presiden Afrika Selatan Nelson Mandela.

"Ketika dialog resmi dengan Korea Utara tidak berjalan, kami ingin melihat sejauh mana kami berguna untuk meredakan ketegangan dan membantu kedua pihak untuk menyelesaikan beberapa permasalahan kunci, termasuk di dalamnya denuklirisasi," ujar Carter.

Carter mengatakan bahwa kunjungan mereka ke Pyongyang, ibukota Korut, atas undangan dari pemerintah Korut. Mereka dijadwalkan akan bertemu dengan pemimpin Korut Kim Jong-il dan beberapa pejabat tinggi serta diplomat Korut lainnya. Setelah mengunjungi negara ini, Para Tetua akan mengunjungi Seoul, Korsel, untuk mendiskusikan masalah yang sama dengan pemimpin Korsel.

Hubungan kedua negara di Semenanjung Korea ini mulai mengalami ketegangan setelah beberapa kali insiden bersenjata pada 2010 dan 2011. Perundingan kedua negara beberapa kali mengalami kemandekan setelah pihak Korut mendadak walk out karena perbedaan pandangan.

"Jelas terdapat rasa saling tidak percaya dan curiga yang besar antara utara dan selatan. Namun, pertaruhannya sangat tinggi untuk membiarkan ketegangan ini terus berlanjut," ujar salah satu Tetua, Ahtisaari, yang juga berperan besar dalam perdamaian di Aceh.

Salah satu yang akan menjadi topik utama pembicaraan adalah sanksi ekonomi internasional atas Korut yang  membuat rakyatnya kelaparan. Para Tetua mengatakan bahwa sanksi bukannya menyelesaikan permasalahan malah justru membuat masalah semakin pelik.

"Hampir semua kasus yang melibatkan sanksi pasti berdampak pada semua rakyat, rakyatlah yang paling menderita dan para pemimpin jarang terkena dampaknya. kami sangat khawatir terjadinya kekurangan makanan di Korut," ujar Tetua lainnya, Brundtland.

"Kami akan mendiskusikan keamanan jangka panjang pasokan makanan dan masalah kesehatan yang sangat penting bagi perkembangan perekonomian," lanjut Brundtland lagi.

Sanksi atas Korut ditambah dengan buruknya pertanian, iklim investasi yang rusak, dan isolasi politik membuat Korut rawan kelaparan. Makanan yang dibagikan pemerintah hanya mampu memenuhi 700 kalori per harinya, diturunkan dari 1.400 kalori per hari dari penduduknya.

Berdasarkan laporan Program Makanan Dunia PBB (WFP), sebanyak 3,5 juta warga Korut sangat rentan kelaparan, keadaan ini diperparah dengan pemotongan pasokan makanan di beberapa wilayah.

Para Tetua yang dipimpin Carter berharap dapat meyakinkan negara-negara lain di dunia untuk meningkatkan pengapalan makanan, terutama adalah Korsel yang sebelumnya menghentikan pemberian bantuan makanan kepada Korut. (eh)

Defisit 3 Gol, Liverpool Ingin Bikin Keajaiban Comeback di Markas Atalanta
Lolly

Tak Kunjung Ketemu dengan Nikita Mirzani, Lolly Singgung Memperbaiki Diri

Lolly terus mencoba berbagai cara agar bisa datang ke rumah Nikita Mirzani meski sudah dicoret dari Kartu Keluarga dan daftar hak waris.

img_title
VIVA.co.id
18 April 2024