- AP Photo/Eric Risberg
VIVAnews - Seorang mantan karyawati Abercrombie & Fitch Co. menggugat perusahaan ritel busana tersebut di pengadilan federal Amerika Serikat pada Senin, 27 Juni 2011 waktu setempat. Pasalnya, karyawati bernama Hani Khan itu menjadi korban diskriminasi dengan tidak diizinkan mengenakan hijab (jilbab) di tempat dia kerja.
Khan mengatakan bahwa ia direkrut manajer perusahaan tersebut saat sedang mengenakan jilbab. Sebagaimana dilansir dari kantor berita Associated Press, sang manajer mengizinkannya memakai jilbab asalkan berwarna khas perusahaan.
Nyatanya, empat bulan kemudian Khan diminta untuk melepas jilbabnya saat bekerja. Wanita berusia 20 tahun ini pun akhirnya dipecat karena menolak.
"Saya merasa dikecewakan, mengingat saya tumbuh di negara yang katanya menjamin kebebasan beragama, seperti yang diatur undang-undang," kata Khan dalam sebuah konferensi pers. "Kasus ini adalah tentang prinsip, kebebasan mengekspresikan agama Anda dengan bebas, dan dapat bekerja di Amerika Serikat," lanjut Khan.
Retailer busana tersebut pun membela diri dengan mengatakan bahwa keragaman yang ada di toko-toko mereka telah melebihi keragaman populasi di negeri Paman Sam.
Gugatan dari Hani Khan ini merupakan kasus paling baru diskriminasi yang melanda Abercrombie. Perusahaan yang berbasis di New Albany di negara bagian Ohio itu menerapkan kebijakan 'look policy,' yaitu citra orang kulit putih yang muda dan atletis.
Pengacara Khan menyatakan kliennya berharap dapat membuat Abercrombie mengubah 'look policy'nya supaya jilbab dibolehkan dipakai. Abercrombie dijerat dengan tuduhan pelanggaran hak-hak sipil yang dijamin oleh pemerintah pusat dan daerah serta undang-undang ketenagakerjaan.
'Abercrombie selama ini membanggakan diri dengan apa yang mereka sebut penganut gaya Amerika klasik. Namun mendiskriminasi seseorang hanya karena agama rasanya tidak Amerika sama sekali," kata Araceli Martinez-Olguin, pengacara dari lembaga bantuan hukum. Bukan kali ini saja Abercrombie menghadapi gugatan diskrimiansi.
Sebelumnya, sebuah tuntutan berskala federal sebesar US$40 juta (sekitar Rp344 miliar) turut dialamatkan oleh para karyawan dan pelamar ras kulit hitam, Hispanik, dan Asia pada perusahaan yang sama. Abercrombie pun tidak mengaku bersalah, meskipun akhirnya diminta memperbaiki kebijakan guna meningkatkan keragaman.