- AP Photo/Sergey Ponomarev
VIVAnews - Komandan pasukan pemberontak Libya, Jenderal Abdul Fattah Younis, tewas dibunuh bersama dua perwira senior Kamis waktu setempat.
Ironisnya pembunuhan atas Younis itu berlangsung di Benghazi, kota terbesar kedua di Libya yang menjadi basis pemberontak, dan terjadi beberapa jam mereka mengklaim kemenangan atas pasukan rezim Muammar Khadafi di medan tempur.
Bernama resmi Dewan Transisi Nasional, kubu pemberontak mengumumkan bahwa Younis dibunuh dan pemimpin kelompok yang bertanggungjawab atas insiden itu telah ditangkap. Namun, menurut stasiun berita CNN, belum jelas siapa pelaku dan apa motif pembunuhan atas Younis.
Namun, pembunuhan ini menandakan adanya perpecahan di tubuh pemberontak. Mengutip James Hider dari harian Times of London, sebelum pembunuhan itu, kelompok pemberontak di bawah bendera Dewan Transisi Nasional curiga bahwa Younis terus menjalin kontak dengan Khadafi sehingga dirinya bakal diinterogasi.
Younis sempat berada di garis depan medan pertempuran di Kota Pelabuhan Minyak Brega. Saat itu dia dikabarkan ditahan oleh sesama pasukan pemberontak. Sebagai reaksinya, pasukan khusus dan pengawal Younis berencana segera melepas Younis dari tahanan.
Begitu mengetahui Younis tewas, para pendukungnya mengamuk. Mereka menembaki sebuah hotel dan menghancurkan kaca-kaca jendela.
"Ada bahaya perpecahan antarfaksi di tubuh pasukan pemberontak," kata Hider, yang memantau situasi di Benghazi, kepada CNN. "Kini terjadi kekosongan kepemimpinan di tubuh pasukan pemberontak. Kami belum yakin mengenai kejadian sesungguhnya," lanjut Hider.
Younis pernah menjadi bagian dari rezim Khadafi saat menjabat sebagai menteri dalam negeri. Namun Februari lalu dia mengundurkan diri dan membelot ke pihak pemberontak.