Pengakuan Keluarga Pembajak Pesawat 9/11

Tragedi 11 September 2001
Sumber :
  • AP Photo/ Chao Soi Cheong

VIVAnews - Mona el-Amir Atta tidak bisa lupa atas kabar bahwa saudara laki-lakinya, Mohammad Atta, menghantam pesawat yang dia bajak ke menara kembar World Trade Center, New York, Amerika Serikat, 11 September 2001. Bagi Mona, peringatan 10 tahun tragedi yang menghentak dunia itu bukan menjadi kesempatan untuk mengingat, tapi untuk melupakan.

Mona menolak berbagi kisah tentang keterlibatan saudaranya membajak pesawat bersama kelompok teroris. "Saya tidak bisa lupa, tapi itu sudah 10 tahun lalu," kata wanita yang berprofesi seorang konsultan medis di Dar al-Fouad Hospital, salah satu pusat kesehatan bergengsi di Mesir, seperti dikutip harian The Wall Street Journal.

5 Film Romantis Berlatar Perang Dunia II, Kisah Cinta di Tengah Kekacauan

Keluarga besar Atta tak selamanya bungkam mengenai masalah itu. Beberapa bulan setelah tragedi, sang ayah mengundang wartawan untuk berbagi kisah tentang penderitaannya. Saat itu, sang ayah mengklaim bahwa putranya masih hidup dan hanya menjadi korban dari skenario Israel yang rumit.

Kepada wartawan BBC dan sejumlah media asing, ia mengatakan masih menunggu anaknya yang biasa telepon setiap dua bulan sekali. "Dia bersembunyi di suatu tempat rahasia yang tak memungkinkan agen rahasia Amerika Serikat membunuhnya," kata sang ayah kepada koran Bild am Sonntag Jerman, September 2002.

Pada 2005, pengacara senior itu muncul lagi di media. Ia mengatakan bisa menerima kepergiaan anaknya yang tewas dalam sebuah serangan di London. Ia menganggap anaknya sebagai pahlawan dan sedang berusaha melupakan kisah itu.

Ia menuntut bayaran US$5.000 kepada CNN untuk sebuah wawancara yang ditayangkan di jaringan televisi. Ia mengklaim uang itu untuk membantu pendanaan terorisme melawan Barat. Namun, CNN menolak tuntutan itu dengan tetap memuat hasil percakapan di situsnya.

Sosok Lembut

10 Tips Mencegah Aksi Kekerasan Antar Siswa di Sekolah

Dalam sejumlah wawancara, sang ayah selalu menyebut putranya sebagai sosok lembut, tenang dan apolitis, seorang pria tak mampu mengorganisir dan melaksanakan serangan teroris. Padahal faktanya, putranya termasuk salah satu dalang di balik tragedi yang populer dengan serangan 9/11.

Lahir pada September 1968 di sebuah kota industri di Mesir Utara, Atta kemudian hijrah bersama keluarganya ke Kairo. Di sini, ia belajar arsitektur di Universitas Kairo sebelum akhirnya memperdalam masalah perkotaan di Universitas Hamburg, Jerman.

Di Hamburg, Atta tergabung dengan komunitas Islam konservatif yang secara rutin menggelar pertemuan di apartemennya. Ia lalu bergaung dalam sebuah pelatihan di sebuah kamp yang dijalankan Al Qaeda, pada 1999. Setahun kemudian, ia dan seorang teman dari Hamburg, Marwan al-Shehhi, mengikuti sekolah penerbangan di Florida, sembari merencanakan serangan.

Mona mengatakan, sang ayah yang meninggal empat tahun silam adalah satu-satunya anggota keluarga yang bersedia berbicara kepada media. Dengan meninggalnya sang ayah berarti semua informasi juga turut terkubur bersama jasadnya. "Semua ini bukan masalah saya," kata Mona sembari mengakhiri sambungan telepon. (ren)

Menteri ATR/Kepala BPN, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY)

AHY Wanti-wanti Prabowo Usai Bertemu Cak Imin

Ketua Umum Partai Demokrat AHY merespons pertemuan Prabowo Subianto dengan Cak Imin di kantor DPP PKB, Rabu. AHY memberikan peringatan ke Prabowo

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024