- REUTERS/ Stringer
VIVAnews - Kekerasan di Provinsi Papua kembali santer terdengar pasca pembubaran paksa kongres Papua oleh aparat, yang diduga menewaskan tiga orang warga. Kasus ini menambah daftar panjang pelanggaran HAM yang disuarakan oleh berbagai organisasi internasional.
Permasalahan ini sempat ditanyakan oleh Presiden Amerika Serikat, Barack Obama, ketika bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Bali, Jumat 18 November 2011. Dalam pertemuan tersebut, Obama menanyakan akuntabilitas pemerintah pada berbagai kasus di Papua.
"Saya jawab, hukum pasti ditegakkan. Kalau ada anggota militer dan polisi yang melanggar hukum dan HAM, ada court martial. Saya ingatkan, jangan ada imunitas," kata SBY pada konferensi pers usai penutupan KTT ASEAN, Sabtu 19 November 2011.
Namun, lanjut Presdien, tidak menutup kemungkinan kekerasan di Papua adalah bentuk pembelaan diri aparat terhadap serangan dari pihak separatis. Jika hal ini terjadi, tegas SBY, aparat dan militer tidak bisa dikatakan melakukan pelanggaran HAM.
"Ada situasi di Papua, OPM (Organisasi Papua Merdeka) menyerang TNI, Polri, pekerja dan rakyat. Ketika tentara kita melakukan self defense, maka jangan dikatakan pelanggaran HAM," ujar SBY.
"Dunia harus tahu, di Papua ada elemen yang melakukan serangan kepada pihak kami," lanjutnya lagi.
Amerika Serikat dikatakan telah memahami permasalahan yang terjadi di Papua. Dalam hubungan kedua negara, Indonesia dan AS, telah ada saling kesepahaman mengenai kedaulatan NKRI. "Dalam comprehensif partnership antara Indonesia dan AS, ada [butir yang menunjukkan] mereka mengakui kedaulatan Indonesia," kata SBY.