Terancam Sensor Internet, Eropa Meradang

Ilustrasi orang selancar Internet.
Sumber :

VIVAnews - Eropa kembali bergolak. Namun, kali ini tak menyangkut krisis ekonomi yang mengekang benua itu sejak beberapa bulan terakhir. Puluhan ribu warga berunjuk rasa atas perjanjian antipembajakan (ACTA) yang ditandatangani beberapa negara pada Oktober tahun lalu. 

Dipenjara karena Narkoba, Chandrika Chika Ngaku Salah Pilih Teman

Lebih dari 25.000 demonstran memenuhi jalanan di sejumlah kota negeri Jerman. Sementara itu, 4.000 warga menyesaki jalan-jalan utama di Sofia, ibu kota Bulgaria. Ribuan lainnya pun berdemonstrasi di Warsawa, Praha, Slowakia, Bukares, Paris, Brussel, dan Dublin. Udara dingin yang bikin beku tak lagi digubris. 

Mereka menyuarakan kecemasan yang sama tentang perjanjian itu: kebebasan mengakses informasi di Internet, termasuk mengunduh lagu dan film, terancam.

Geger! Warga Temukan Mayat Dalam Koper Hitam di Cikarang Bekasi

"Kami tak lagi merasa aman. Internet sudah jadi salah satu ruang yang kami percaya bisa memberikan kebebasan," tegas seorang demonstran seperti dikutip dari Reuters. 

Pada Oktober lalu, pemerintah dari delapan negara, termasuk Jepang dan Amerika Serikat, sepakat menandatangani kerja sama demi mencegah pelanggaran hak cipta dan merk dagang. Banyak pihak menganggap langkah itu dilakukan demi mempercepat pemberlakukan ACTA.

Bakal Hijrah ke IKN, Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Pakai Mobil Dinas Listrik?

"Mengorbankan kebebasan hanya untuk melempangkan jalan melindungi hak cipta sungguh tak dapat diterima," kata pemimpin Partai Hijau di Jerman, Thomas Pfeiffer. Ketakutan Pfeiffer masuk akal sebab Jerman, dan banyak negara Eropa Timur, punya trauma sejarah terhadap sensor yang pernah begitu kuat membelenggu mereka di masa lalu. 

ACTA bertujuan mengantisipasi pencurian merk dagang serta pembajakan di ranah maya.  Kesepakatan multinasional itu bertujuan membuka jalan bagi terciptanya standar internasional bagi perlindungan kekayaan intelektual. 

"Kami tak mau ACTA berlaku. Kami punya hukum sendiri. Kami tak butuh kesepakatan internasional," dengus seorang pengunjuk rasa di Sofia, Yanko Petrov. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya