-
VIVAnews - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kehutanan terus berupaya memerangi aksi pembalakan liar hutan dan perdagangan kayu ilegal. Sebagai salah satu bentuk upaya perlawanan tersebut, Kemenhut menyusun Sistem Verfikasi Legalitas Kayu (SVLK) pada tahun 2012. Aturan baru ini rupanya direspon dan mendapatkan dukungan penuh dari Komisi Uni Eropa (EU).
Dalam keterangan pers yang dihadiri Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia, Julian Wilson, Anggota Tim Regulasi Kayu Uni Eropa, John Bazil, dan Manajer Program Lingkungan Hidup Eropa, Thibaut Portevin, Kamis sore (31/01), implementasi SVLK oleh para eksportir kayu Indonesia merupakan langkah awal yang nyata mendukung Perjanjian Kerjasama Sukarela (VPA) yang telah ditanda tangani dengan Uni Eropa pada April 2012.
Dalam kesempatan itu Wilson juga memaparkan sejak Januari 2013, para eksportir kayu di Indonesia diwajibkan telah memiliki SVLK.
"Ini merupakan tahap pertama yang harus dipenuhi eksportir kayu Indonesia jika produk mereka ingin tembus ke pasar Eropa," ujar Wilson.
Lebih lanjut dia menjelaskan setelah para eksportir tersebut memiliki SVLK, maka itu merupakan tanggung jawab para importir kayu asal Eropa untuk mengecek kesahan izin SVLK tersebut. Jika sertifikasi yang dimiliki sah, maka produk kayu asal Indonesia pun dapat diperdagangkan.
Dengan adanya SVLK, menurut Wilson, kredibilitas Indonesia sebagai penghasil produk kayu dunia tidak akan diragukan lagi. Karena kayu yang diperdagangkan bukan berasal dari pembalakan liar hutan lindung yang dapat merusak lingkungan.
"Pembeli justru akan berbondong-bondong datang ke Indonesia, karena mereka tahu kredibilitas produk kayu Indonesia sangat baik," katanya.
Hal senada juga diungkapkan oleh John Bazil. Menurut Bazil, SVLK tidak akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian Indonesia.
"Setelah diberlakukan SVLK, para importir tidak khawatir lagi bahwa kayu yang mereka impor adalah kayu ilegal," kata Bazil.
Walaupun para eksportir sudah diwajibkan memiliki sertifikasi sejak Januari, namun Regulasi Kayu Uni Eropa (EU TR) baru benar-benar mewajibkannya pada Maret 2013.
Selama jeda waktu tersebut, perdagangan kayu dapat tetap berjalan seperti biasa, namun para importir kayu Eropa diberikan tanggung jawab untuk mengecek legalitas produk kayu yang mereka impor. Bahkan untuk mencegah para eksportir kayu nakal, mereka akan melakukan pengecekan terhadap sampel kayu yang diimpor.
Hingga saat ini proses penilaian terhadap kesiapan sistem menuju VPA masih terus dilakukan kedua belah pihak. Untuk menindaklanjuti penilaian tersebut, Komisi Uni Eropa dijadwalkan akan bertemu kembali dengan pihak Kementrian Kehutanan pada Jumat esok.
"Jika VPA sudah diberlakukan, maka kami baru berani menjamin bahwa seluruh produk kayu asal Indonesia adalah produk legal karena semuanya telah mengantongi izin SVLK," ujar Bazil.Pemantauan Berkala
Lihat Juga
Komisi Uni Eropa pun juga akan memantau secara berkala implementasi SVLK di Indonesia. Mereka tidak hanya melakukan pengecekan kepada pemerintah, namun juga kepada penduduk setempat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Penduduk setempat dapat memberikan laporan atau keluhan jika perdagangan kayu ilegal masih terjadi.
Demi bisa mendapatkan informasi yang terpercaya dari penduduk setempat, Uni Eropa bahkan mengucurkan dana hingga dua juta poundsterling selama lima tahun terakhir bagi pemberdayaan masyarakat.
"Dana bantuan itu disalurkan melalui LSM yang memiliki perhatian kepada lingkungan," ujar Thibaut Portevin.
Selama ini kredibilitas perdagangan kayu asal Indonesia selalu dipandang negatif. Hal ini tidak terlepas dari masih maraknya tindak pembalakan liar dan perdagangan kayu ilegal. Akibat fenomena ini, Komisi Uni Eropa bahkan pernah melarang impor kayu asal Indonesia. (ren)