Indonesia Cocok Jadi Mediator Konflik Laut China Selatan

Kepulauan Spratly di Laut China Selatan.
Sumber :
  • REUTERS/Rolex Dela Pena/Pool
VIVAnews -
Prada Ardiansyah, Prajurit TNI yang Tersambar Petir Meninggal Dunia
Indonesia dapat menawarkan diri menjadi fasilitator dalam menengahi konflik di Laut China Selatan. Indonesia dianggap sesuai karena tidak ikut melakukan klaim terhadap daerah teritorial atau pulau yang berada di perairan tersebut.

Heboh Wali Nagari di Sumbar Digerebek Warga Mesum dengan Sesama Jenis, Kantor Disegel

Demikian menurut mantan Duta Besar Indonesia untuk negara Jerman, Kanada dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Hasjim Djalal, ketika menjadi pembicara di sebuah diskusi bertajuk "
Ekonomi Dunia Bergejolak, BI Buka-bukaan Hasil Stess Test Terbaru Sektor Perbankan
The South China Sea in High Resolution " yang berlangsung di Pusat Kebudayaan Amerika Serikat di Jakarta, kemarin malam.


Bahkan menurut Hasjim, Indonesia dapat turut mengajak kelima negara lainnya yang juga tidak mengklaim Laut China Selatan untuk ikut menjadi penengah. Kelima negara yang dimaksud adalah Singapura, Kamboja, Laos, Thailand dan Myanmar.


Keenam negara ini dapat mengundang keempat negara ASEAN yang bersitegang akibat saling klaim, yaitu Filipina, Brunei, Malaysia dan Vietnam serta dua negara non ASEAN yang juga memiliki kepentingan terhadap laut tersebut yaitu China dan AS. Untuk penerapan teknisnya, Indonesia dapat kembali mencontoh pertemuan Jakarta Informal Meeting (JIM) yang dilakukan pada tahun 1988 silam.


"Indonesia dapat mengambil hikmah ketika berhasil menjadi mediator di Jakarta Informal Meeting yang dilakukan di tahun 1988," ujar Hasjim, diplomat veteran yang juga ayah kandung Duta Besar Indonesia untuk AS, Dino Patti Djalal.


Pada JIM, Indonesia berhasil menjadi mediator bagi dua negara yang berkonflik pada waktu itu, Kamboja-Thailand. Selain itu Indonesia dinilai Hasjim selalu menerapkan dua filosofi yaitu tetap berteman dengan siapa pun di antara negara yang tengah berkonflik dan Indonesia memiliki kepentingan untuk mempertahankan keseimbangan di kawasan Laut China Selatan.


Konflik Laut China Selatan ini muncul ketika China melakukan klaim sepihak atas beberapa pulau di perairan seluas 3,5 juta kilometer persegi itu. Selain itu China juga berkonflik dengan beberapa negara ASEAN, salah satunya Filipina atas klaim wilayah Scarborough Shoal yang terletak 230 kilometer dari Pulau Luzon, Filipina.


Masing-masing negara ngotot mempertahankan klaim mereka atas Laut China Selatan. Berbagai konflik kepentingan pun mencuat karena area Laut China Selatan diyakini memiliki sumber daya alam melimpah yaitu minyak. Menurut data Pusat Kajian Internasional yang berpusat di Washington DC, sekitar 10.000 miliar barel minyak terkandung di bawah perairan Laut China Selatan. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya