- Jason Lee/Reuters
VIVAnews - Ribuan orang turun ke jalan-jalan kota Hong Kong pada Rabu, 4 Juni 2014, memperingati 25 tahun tragedi Lapangan Tiananmen. Saat itu, diduga ratusan hingga ribuan mahasiswa dibantai oleh tentara rezim pemerintahan komunis.
Sementara itu di Beijing, di sekitar Kota Terlarang, peringatan tragedi Tiananmen sama sekali diharamkan. Polisi berjaga ketat di tempat itu. Peristiwa tersebut dikenang sebagai tragedi berdarah demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi dan demokratisasi di China.
CNN yang mengutip sebuah dokumen intelijen menuturkan soal kejadian tersebut. Tujuh pekan sejak puluhan ribu mahasiswa tumpah ruah di Tiananmen, pemerintah menerapkan darurat militer. Artinya, mahasiswa harus bubar jika tidak ingin ditangkap.
Diduga sekitar 900-2000 mahasiswa tewas ditembaki dalam insiden tersebut. Tidak pernah ada rilis resmi dari pemerintah China soal korban tewas. Laporan intelijen yang berisi 25 rekaman Badan Intelijen Pertahanan (DIA). Dalam rekaman yang dikategorikan "belum selesai dievaluasi" itu diceritakan kengerian saat peristiwa itu terjadi.
Seorang saksi yang namanya disamarkan mengatakan bahwa Pasukan Militer Unit 27 menembak sembarang ke arah kumpulan orang. "Mereka menembak acak ke perkumpulan orang, apakah itu demonstran atau bukan." Menurut saksi, tentara terlihat "tertawa" saat menembaki warga.
Kesaksian lainnya sempat disampaikan oleh warga pada investigasi media Christian Science Monitor di peringatan Tiananmen ke-15 tahun lalu. Dia mengatakan, tentara muncul di Tiananmen pada malam tanggal 3 Juni 1989. Pagi dini harinya, mereka mulai menembak.
Aksi penembakan, kata saksi, tidak tertangkap kamera. Tidak ada pembantaian di Lapangan Tiananmen sendiri, ataupun di sekitar Patung Kebebasan/Dewi Demokrasi yang dibuat mahasiswa. Tidak ada juga "sungai darah" seperti mitos yang disebarkan media. Saksi mengatakan, di Lapangan Tiananmen sendiri, hanya 10 -12 mahasiswa yang tewas.
Tentara, kata saksi, mengincar mahasiswa yang jauh dari tangkapan kamera, di sekitar Kota Terlarang. Di pinggir-pinggir jalan, sebelah barat Beijing. Ribuan orang tewas, termasuk mahasiswa dan warga sipil yang berusaha melindungi mereka.
Dokumen intelijen mencatat percakapan saksi dari Amerika dengan seorang dokter wanita yang bekerja di malam 4 Juni yang nahas itu. Dia mengatakan, pihak rumah sakit menolak memberikan lagi mayat-mayat mahasiswa pada Biro Keamanan Publik China. Pasalnya, semua mayat yang diberikan pada mereka langsung dikremasi, tanpa sempat diidentifikasi.
Pihak rumah sakit kemudian memfoto mayat-mayat untuk diidentifikasi. Sumber mengatakan, dokter berani melakukan ini karena 85 persen dari mereka pernah belajar di Amerika. Para dokter yakin, AS akan melindungi mereka.
"Pahlawan sebenarnya dalam pembantaian itu adalah pengayuh becak yang sukarela mengangkut korban terluka atau tewas dari wilayah Tiananmen ke rumah sakit, mempertaruhkan nyawa demi hal ini," kata sumber AS.