Kisah Persahabatan Abadi Lee Kuan Yew dan Soeharto

Lee Kuan Yew dan Soeharto
Sumber :
  • The Straits Times
VIVA.co.id
Tidak Akan Ada Lagi Pemimpin Seperti Lee Kuan Yew
- Tidak hanya warga Singapura saja yang berduka atas wafatnya mantan Perdana Menteri Lee Kuan Yew. Tetapi, kesedihan juga dirasakan oleh publik di Indonesia.

Lee Kuan Yew Ingatkan agar Pejabat Bersih dari Korupsi

Harian
PM Lee: Ini Pekan yang Gelap bagi Singapura
Straits Times , Sabtu, 28 Maret 2015 melansir, salah satu yang merasa kehilangan sosok pendiri Negeri Singa itu adalah keluarga mantan Presiden Soeharto. Lee diketahui memang bersahabat erat dengan pemimpin yang dijuluki Bapak Pembangunan Indonesia itu.

Stasiun berita Channel News Asia melaporkan persehabatan keduanya telah terjalin selama lebih dari 30 tahun.

Menurut pengakuan salah satu putri Soeharto, Siti Hediati Hariyadi "Titiek" Soeharto, usai Ayahnya mengundurkan diri sebagai orang nomor satu di Indonesia tahun 1998 lalu, Lee tetap berkunjung dan mendukung Suharto.


"Ketika Pak Harto mundur, banyak politisi yang alergi untuk bertemu dia. Tetapi Pak Lee malah terbang ke Jakarta untuk bertemu Pak Harto. Dia tidak mempedulikan apa pun kata orang lain," ujar Titiek yang baru saja kembali dari Singapura untuk memberi penghormatan terakhir di hadapan peti mati Lee.


Kedua pemimpin itu, Titiek melanjutkan, saling berpelukan ketika bertemu.


"Pak Lee mengatakan: 'kamu tidak perlu bersedih dan kecewa, karena kamu telah melakukan sebuah pekerjaan yang hebat. Masih banyak jutaan dan jutaan rakyat Indonesia yang mencintai dirimu dan memikirkan kami. Mereka akan selalu mengenang dirimu," imbuh Titiek menirukan suara Lee ketika itu.


Lee turut menjenguk Soeharto di tahun 2006 lalu ketika dia mulai terserang penyakit stroke. Soeharto wafat di usia 86 tahun pada 2008 lalu.


Titiek melanjutkan Lee menganggap Soeharto tidak saja sebagai sahabat tetapi juga keluarga. Sebagai bukti, di tahun 2010 lalu ketika istrinya meninggal, Lee masih mau menemui anggota keluarga Soeharto yang datang untuk melayat.


"Ketika Nyonya Lee wafat, adik saya yang kecil, Mamik, dan saya berangkat ke Singapura untuk memberi penghormatan. Saat itu, dia tidak bisa menyapa siapa pun karena sedang sakit. Tetapi, dia bersedia untuk keluar dan menyapa kami," papar Titiek.


Sikap Lee itu, ungkapnya, sangat menyentuh keluarga. "Bahkan, kami diperlakukan layaknya tamu negara walaupun sebenarnya tidak," imbuh dia.


Sementara dalam kenangan Menteri Pertahanan RI, Ryamizard Ryacudu, Lee adalah sosok yang rendah hati. Bahkan, dia bersedia berkomunikasi dengan Ryamizard dalam Bahasa Indonesia, karena kemampuan Bahasa Inggrisnya yang tidak begitu bagus.


"Bahasa Inggris saya tidak terlalu baik, tidak lancar. Boleh kah saya berbicara dengan Anda dalam Bahasa Indonesia?" tanya Ryamizard kala itu


Lee pun menjawab tidak memiliki masalah dengan itu.


"Namun, hanya sekadar tahu saja, Pak Ryamizard, saya berbahasa Indonesia dengan dua orang. Pertama, Pak Harto dan sekarang dengan Anda," kata Ryamizard menirukan kalimat negarawan berusia 91 tahun itu.


Menurut Ryamizard, jika Lee tidak terlahir sebagai pemimpin, maka Singapura pun tidak akan seperti saat ini. Bahkan, Tiongkok pun bisa maju, Ryamizard menjelaskan, karena mereka belajar dari Singapura.




Hubungan Membaik


Di tangan Lee Kuan Yew pula lah hubungan kedua negara yang sempat memburuk akibat tragedi Konfrontasi yang berlangsung tahun 1963 hingga 1966, bisa kembali membaik. Di tahun 1973, Lee Kuan Yew melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia.


Di sela kunjungan tersebut, Lee berkunjung ke makam dua anggota marinir, Harun Said bin Muhammad Ali dan Usman bin H Ali Hasan yang dihukum mati di Singapura karena terbukti melakukan pengeboman di Gedung MacDonald House tahun 1965 lalu. Dalam serangan itu, tiga orang tewas terbunuh dan melukai 33 orang lainnya.


Bahkan, Lee turut menabur bunga di atas makam kedua


Langkah Lee saat itu dinilai publik siginifikan untuk memperbaiki hubungan kedua negara. Sikap itu dinilai mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Hayono Isman luar biasa.


"Dia merupakan seorang pemimpin yang menghormati tidak saja hukum di negaranya, tetapi juga Indonesia, yang ketika itu tengah berduka akibat dua tentaranya yang dihukum mati di Singapura," ujar Hayono.


Sementara, bagi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Lee berani berkomentar isu sensitif di media. Ketika itu, Lee mengatakan kepada JK, seharusnya dia bisa menjadi seorang Presiden.


"Ketika kami berdiskusi selama dua jam, dia mengatakan kepada media sayang sekali jika Pak Kalla hanya menjadi Wapres, padahal dia memahami masalah di Indonesia dan apa saja yang perlu dituntaskan," ujar JK.


Komentar itu sempat menimbulkan kekisruhan, tetapi dia memahami pernyataan tersebut hanya dilontarkan secara spontan.


Usai Lee wafat, banyak pemimpin, pejabat dan analis di Indonesia menulis komentar di media atau dunia maya mengenai sosok pendiri Singapura itu. Rata-rata mereka menulis bahwa Lee tetap menjadi teman dekat bagi Indonesia.


"Terlepas dari hubungan kedua negara yang naik turun, Indonesia akan selalu mengenang dan nyaman dengan kepemimpinan dan pribadi Lee Kuan Yew. Saya tidak yakin akan ada pemimpin lain yang menyerupai dirinya di masa depan," ujar mantan Kepala Staf Teritorial TNI, Agus Widjojo.

![vivamore="Baca Juga :"]

Baca juga:




[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya