Pengamat: Eksekusi Mati di RI Seperti Infotainment

Kunjungan Terakhir Keluarga Tereksekusi Hukuman Mati
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Idhad Zakaria
VIVA.co.id
Menko Luhut Minta Soal Eksekusi Mati Tak Perlu Diumbar
- Pengamat sosial dan politik Universitas Pertahanan, Salim Said mengkritik pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. Menurut Salim, prosesnya sudah dipenuhi drama dan layaknya program
infotainment.
Fokus Pembangunan, Eksekusi Mati Tahap Ketiga Ditunda


Jaksa Agung Belum Pikirkan Eksekusi Tahap 3
Hal itu disampaikan mantan Duta Besar RI untuk Republik Ceko di program Indonesia Lawyers Club (ILC) di tvOne pada Selasa malam, 28 April 2015 beberapa jam sebelum eksekusi mati dilakukan.

"Di negara kita ini kan semua suka sesuatu yang bersifat seremoni, suka
show
, sehingga dibaca publik di luar negeri dan ditanggapinya berbeda. Seharusnya, Indonesia meniru saja cara yang diterapkan oleh Arab Saudi, kalau mau eksekusi tidak perlu
rame-rame
," ujar Salim.


Dia mengaku tidak habis pikir mengapa hingga ketika liang lahat digali pun, juga harus diekspos. Salim mengenang dulu ketika eksekusi mati dilakukan di Ceko, tidak ada program apa pun di televisi yang membahas itu.


"Publik yang tahu ada eksekusi mati hanya menggelar aksi damai sambil menyalakan lilin di depan penjara. Eksekusi pun berlangsung tanpa ada pemberitaan yang luas seperti sekarang ini di Indonesia," katanya bercerita.


Selain itu, Guru Besar Unhan itu turut mengaku salut terhadap keberanian Presiden Joko Widodo dalam melaksanakan hukuman mati. Sebab, karena sudah terlalu lama tidak lakukan, maka jumlah terpidana mati di lembaga pemasyarakatan kian menumpuk.


"Saya mendengar pihak penjara atau Kementerian terkait sebenarnya telah menyampaikan keluhan penuhnya penjara akibat menumpuknya terpidana mati. Tetapi di era pemerintahan sebelumnya tidak didengar," kata dia.


Di sisi lainnya, Salim turut mengacungkan jempol bagi mantan Gubernur DKI Jakarta itu karena berhasil memanfaatkan isu hukuman mati untuk membuat kesan bahwa Indonesia hebat dan tidak mampu ditekan oleh pihak asing.


"Apakah penundaan eksekusi mati kemarin itu atas perintah persetujuan Jokowi atau hanya karena pelaksanaan teknis yang kurang rapi? Semakin eksekusi ditunda, maka kian banyak orang yang berbicara di televisi kemudian dibaca publik di luar negeri berbeda," papar Salim.


Publik di luar negeri menilai dari situlah Indonesia bisa ditekan. Dia mencontohkan, jika ingin melihat seberapa besar tekanan terhadap Indonesia, maka Jokowi bisa kembali menunda eksekusi.


"Maka akan tambah lagi negara yang memprotes ketika mengetahui eksekusi kembali ditunda. Kemudian, Indonesia tetap menjalankan eksekusi walau ditekan sana-sini," kata dia.


Salim menyarankan ketimbang ramai-ramai meributkan mengenai eksekusi mati, lebih baik publik fokus kepada cara untuk menghadapi bahaya narkoba. Kemudian, bagaimana pemerintah bisa memastikan penegakkan hukum dari atas hingga ke tingkat sipir penjara bisa ditegakkan.


"Saya tidak habis pikir, kok bisa ada pabrik narkoba di dalam penjara. Lalu, di mana posisi pejabat terkait yang digaji negara?," tanya Salim.


Dampak Korban Narkoba


Sementara itu, Pakar Komunikasi Politik Universitas Indonesia, Tjipta Lesmana yang turut hadir dalam acara itu meminta publik agar tidak hanya melihat isu ini dari satu sisi saja. Tetapi, dilihat juga dari dampak korban yang mengkonsumsi narkoba.


"Yang paling sadis, kini narkoba telah menyasar hingga ke anak Sekolah Dasar dalam bentuk permen. Jadi, memang narkoba ini harus diperangi
all out
, sehingga saya setuju jika pelakunya dihukum mati," ujar Tjipta.


Dia pun menyadari eksekusi mati tidak menjamin peredaran narkoba akan berhenti. Tetapi, dia melanjutkan, paling tidak akan menimbulkan efek jera bagi pelakunya.


"Saya setuju isu ini terlalu didramatisir. Banyak pihak berbicara macam-macam, sehingga air mata rakyat Indonesia terkuras kemudian mereka lupa dampak dahsyat narkoba," kata dia.


Pada dini hari tadi, Kejaksaan Agung kembali melakukan eksekusi. Mereka mengeksekusi delapan terpidana di Pulau Nusakambangan. Eksekusi itu kembali menuai reaksi keras dari berbagai negara yang warganya dieksekusi. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya