Ini Alasan Australia Panggil Pulang Dubes Paul Grigson

Sumber :
  • REUTERS/Sean Davey
VIVA.co.id
Menko Luhut Minta Soal Eksekusi Mati Tak Perlu Diumbar
- Pemerintah Australia akhirnya membuat sebuah keputusan yang mengejutkan usai pelaksanaan eksekusi mati terhadap dua warganya, Myuran Sukumaran dan Andrew Chan. Perdana Menteri Tony Abbott memanggil pulang Duta Besar Paul Grigson ke Canberra untuk berkonsultasi.

Fokus Pembangunan, Eksekusi Mati Tahap Ketiga Ditunda

Ini tindakan yang tergolong mengejutkan, karena baru kali pertama dilakukan oleh Pemerintah Australia lantaran warganyanya dieksekusi mati di luar Negeri Kanguru. Sebelumnya, warga Australia juga pernah dihukum gantung di Malaysia dan Singapura. Lalu, apa yang membedakan kali ini?
Jaksa Agung Belum Pikirkan Eksekusi Tahap 3


Dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id
dari Kedutaan Besar Australia di Jakarta, Rabu, 29 April 2015, Abbott menjelaskan Chan dan Sukumaran telah menjadi individu yang berbeda saat eksekusi ditunda 10 tahun. Pemaparan diberikan ketika Abbott menggelar jumpa pers di Canberra.


"Mereka dihukum seperti seharusnya dari kejahatan yang sangat serius. Tetapi, kemudian mereka menjalani waktu yang sangat lama di penjara. Orang-orang yang dihukum karena kejahatan jenis ini di Australia biasanya akan telah menjalani hukuman mereka sepenuhnya sekarang," ujar pemimpin Partai Liberal itu.


Dia melanjutkan, karena kejahatan serius, mereka menjalani satu dekade di penjara dan sekarang, setelah dibui selama 10 tahun, eksekusi dilaksanakan.


"Tidak hanya tampaknya telah terjadi bentuk hukuman ganda di sini, tetapi kedua individu ini telah ter-rehabilitasi. Mereka telah ter-rehabilitasi dan ter-reformasi sebagaimana memungkinkan dan itu adalah pandangan kami yang kuat bahwa sistem penjara yang layak adalah tentang hukuman, tetapi juga tentang reformasi," imbuh dia.


Sementara, Menteri Luar Negeri Julie Bishop yang ikut mendampingi Abbott mengatakan Negeri Kanguru tidak meremehkan keseriusan kejahatan yang telah dilakukan oleh Chan dan Sukumaran. Tetapi, seharusnya, kata Bishop, Pemerintah Indonesia bisa menilai kontribusi yang diberikan keduanya dalam kurun waktu 10 tahun.


"Kontribusi mereka telah dirasakan oleh tahanan lain di dalam sistem penjara Indonesia, termasuk membawa mereka meninggalkan kehidupan narkoba dan menempatkan mereka di jalan menuju pemulihan dan reformasi," imbuh Bishop.


Dia menambahkan penarikan Dubes adalah cara untuk menyatakan ketidaksenangan Australia atas perlakuan yang diberikan kepada warga mereka.


"Dengan berkonsultasi bersama Dubes Grigson, akan memberikan kami informasi bagaimana menjalin hubungan ke depan dengan Indonesia dalam jangka panjang. Selain itu, masih ada proses hukum yang berlangsung terkait isu ini sehingga kami masih perlu mendiskusikan konsekuensi dari proses hukum itu dengan Dubes," papar Bishop.


Ditanya mengenai seruan agar mengalihkan bantuan luar negeri Australia ke Indonesia, Bishop menyebut peninjauan anggaran dilakukan dengan berbagai pertimbangan.


"Setiap pengumuman sehubungan dengan anggaran bantuan akan dilakukan pada saat penentuan anggaran pada awal Mei," kata dia.


Selain Chan dan Sukumaran yang telah dieksekusi mati, kini masih terdapat yang terancam hukuman mati di seluruh dunia. Laman
News Corporated
melansir beberapa nama di antara mereka yakni Pham Trung Dung, Peter Gardiner, dan Maria Elvira Pinto Exposto. Ketiganya tertangkap tangan membawa narkoba dari negara tempat mereka ditangkap untuk dibawa ke Australia. 


Dung telah divonis mati oleh pengadilan Vietnam karena mencoba untuk menyelundupkan dua koper heroin dalam penerbangan menuju ke Sydney. Jika Dung berhasil, maka dia akan dibayar senilai AUD$40 ribu atau Rp404 juta.


Sementara, dalam kasus Gardiner, dia terancam divonis mati di Tiongkok setelah tertangkap membawa 30 kilogram methamphetamine senilai AU$80 juta atau Rp808 miliar.


Menarik untuk dinantikan bagaimana respon Pemerintah Australia seandainya belasan warga ini ikut dieksekusi mati di luar Negeri Kanguru. Apakah mereka akan turut menarik Dubesnya di Vietnam dan Tiongkok sebagai bentuk ketidaksenangan terhadap eksekusi mati terhadap warganya? (one)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya