Tugas Dubes RI di Seluruh Dunia: Jelaskan RI Darurat Narkoba

Juru Bicara Kemenlu Arrmanatha Nasir
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Teresia May
VIVA.co.id
Mantan Panglima TNI: Gawat Kalau Klaim Haris Azhar Benar
- Indonesia kini bukan lagi negara yang dijadikan sebagai target pasar narkoba, melainkan telah dipandang menjadi area penghasil produsen barang haram itu untuk memenuhi kebutuhan seluruh dunia. Sementara, di dalam negeri, konsumen narkoba beragam, mulai dari usia 10 tahun hingga 59 tahun.

Sebelum Sebar Testimoni, Haris Azhar Kontak Jubir Presiden

Menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, tingkat kebutuhan narkoba warga Indonesia tergolong tinggi. Ditemui di gedung Kemlu, kawasan Pejambon, Jakarta Pusat, pada Kamis, 30 April 2015, Arrmanatha mengibaratkan tingginya kebutuhan narkoba sudah sama seperti kebutuhan rakyat Indonesia terhadap beras yang dijadikan makanan pokok sehari-hari.
Buwas: Jika Haris Kontras Tidak Benar, Ada Konsekuensinya


Mengutip data dari Badan Narkotika Nasional (BNN), Indonesia membutuhkan 158 juta gram stok ganja, 219 juta stok sabu dan 14 juta butir pil ekstasi.


"Ratusan juga stok itu untuk memenuhi kebutuhan 4 juta orang Indonesia yang usianya dari 10 tahun hingga 59 tahun. Konsumen narkoba pun beragam, mulai dari anak tinggal di desa terpencil hingga pejabat negara," papar Arrmanatha.


Dia tegas membantah kebijakan eksekusi mati para pelaku tindak kejahatan narkoba adalah pencitraan semata.


"Apakah dengan adanya data-data ini, bukan menggambarkan situasi darurat narkoba di Indonesia? Apakah ini hanya sekedar
political show
? Data-data ini terus kami sampaikan kepada publik oleh Menteri Luar Negeri dan Duta Besar yang tengah bertugas di seluruh dunia," kata Arrmanatha.


Dia mengibaratkan saking parahnya, situasi di Indonesia, penetrasi narkoba sudah mulai mirip listrik masuk ke desa.


"Tapi ini yang masuk ke desa bukan listrik melainkan narkoba," imbuh diplomat yang akrab disapa Tata itu.


Dia kembali menyampaikan tidak ada sensasi yang ingin ditunjukkan oleh Indonesia melalui pelaksanaan eksekusi mati. Sementara, untuk kasus hukum terpidana mati asal Filipina, Mary Jane Veloso, Tata menyebutkan, eksekusinya ditunda karena ada fakta-fakta hukum baru yang ditemukan.


Dia mengaku tidak tahu dengan jelas mengenai diskusi antara Presiden Joko Widodo dengan Presiden Benigno Aquino III di sela KTT ke-26 ASEAN di Malaysia pada Senin kemarin. Sebab, dia tidak ikut dalam diskusi tersebut.


"Untuk langkah selanjutnya dalam kasus Mary Jane akan ditentukan oleh Jaksa Agung," imbuh dia.


Eksekusi Mary Jane ditunda, karena kesaksiannya dibutuhkan di pengadilan karena terkait kasus perdagangan manusia (human trafficking). Ditundanya eksekusi Mary tidak lepas dari permintaan Benigno yang disampaikan pada Selasa pagi kemarin.


Hal itu lantaran perekrut Mary, Maria memiliki peran memberi pekerjaan bagi Mary.


Dia juga yang menyelundupkan paket narkoba di dalam koper yang dibawa Mary ke Yogyakarta. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya