- REUTERS/Kai Pfaffenbach
"Ratusan ribu anak pengungsi Suriah menjadi korban kekuatan politik yang brutal," tulis Ibrahim Kalin, dalam artikel yang diterbitkan Selasa, 23 Juni 2015. Nasib mereka jauh dari perhatian dunia.
Konflik Suriah melulu tentang politik, nasib para pengungsi itu sebagai manusia, tidak lebih berarti daripada apa ideologi mereka. "Kami mengikuti Hari Pengungsi se-Dunia, Sabtu (20 Juni), di Midyat," tulisnya.
Sedikitnya 1,7 pengungsi Suriah ditampung di Turki, hampir setengah juta adalah anak-anak. Cukup untuk merasakan kegelisahan, rasa hampa dari banyak manusia yang negaranya dihancurkan, keluarga-keluarga dipisahkan, oleh kejamnya skenario politik.
"Anak-anak ini tidak memahami intrik-intrik politik dunia. Mereka juga tidak tahu mengapa semua orang bicara tentang menyelamatkan Suriah, tapi tidak melakukan apa pun dalam kenyataan," kata Kalin.
Mereka tetap anak-anak, berusaha bermain dengan apa pun benda yang ada pada mereka, termasuk mainan sesederhana apa pun, yang dapat mereka temukan dari antara barang-barang pemberian dermawan.
Anak-anak berusaha menikmati masa-masa keecil mereka, tanpa memahami sepenuhnya tentang perang yang sedang terjadi, apalagi tentang nasib mereka tanpa tempat tinggal, bahkan tidak punya negara lagi.
Orangtua mereka jelas memahami, itu tergambar pada mata mereka, saat menatap anak-anak mereka yang sedang bermain. "Pernahkah anda memegang tangan seorang anak pengungsi?" ucap Kalin.
Rasanya sama seperti tangan anak-anak lain. Hanya lebih kotor penuh debu, luka di beberapa sisi karena kerasnya kehidupan mereka sehari-hari. Genggaman tangan mereka sama polos, selayaknya anak-anak.
Namun tangan-tangan kecil itu mengirimkan pesan yang berbeda, jauh lebih kuat dari keinginan anda di belahan dunia lain, untuk menikmati hidangan lezat. Untuk sesaat, dunia berhenti berputar bagi Anda.