13 Negara Dukung RI Keluar dari Cap Penampung Dana Teroris

Personel Densus 88 Antiteror Polri.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dyah Ayu Pitaloka
VIVA.co.id
PPATK: Teroris Gunakan Senjata Ilegal dari Filipina
- Sidang Financial Action Task Force (ICRG/FATF) yang digelar di Brisbane, Australia, Kamis, 25 Juni 2016, akhirnya resmi memutuskan Indonesia keluar dari daftar negara yang diduga menampung dan mencuci dana para teroris.

Sumatra Barat Harus Waspada Teroris, Kata Polisi

Keputusan itu diambil, setelah FATF menerima usulan dari sidang pleno International Cooperation Review Group (ICRG) yang digelar Senin, 22 Juni 2015.
PPATK: Lebih Rp2 Miliar Dana Teroris Sudah Dibekukan


Sidang yang dihadiri 13 negara anggota ICRG/FATF itu mendukung agar Indonesia keluar secara permanen dari daftar hitam negara yang diduga mendanai aksi terorisme.


"Sidang FATF pada hari ini (Kamis, 25 Juni 2015) sudah resmi menerima usulan sidang ICRG Senin lalu, bahwa RI sudah keluar secara permanen dari monitoring ICRG. Alhamdulillah," kata Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Agus Santoso kepada
VIVA.co.id.


Wakil Ketua PPATK Agus Santoso bersama Dirjen Multilateral Kementerian Luar Negeri, Hasan Kleib menjadi delegasi Indonesia dalam sidang yang digelar sejak Senin lalu di Brisbane, Australia itu.


Upaya pemerintah Indonesia untuk keluar dari daftar hitam negara penyandang dana teroris ini telah melalui perjuangan panjang. Agus menyebut, Indonesia dimasukkan ke dalam daftar negara penyandang dana teroris oleh FATF sejak 2012.


Penilaian FATF berdasarkan fakta bahwa Indonesia belum memiliki UU Anti Pendanaan Terorisme. "UU ini baru diterbitkan pada 2013 yaitu UU No. 9 Tahun 2013. Namun, berdasarkan penilaian FATF, UU ini memiliki kelemahan strategis
(strategic deficiencies)
yang harus disempurnakan karena dianggap tidak memenuhi kaidah standar FATF," ujar Agus.


Sejak saat itu, Pemerintah Indonesia mulai membuat suatu pedoman untuk mengimplementasikan UU tersebut, sekaligus dapat menjadi solusi untuk mengatasi kelemahan yang ditengarai oleh FATF.


Akhirnya pada 11 Februari 2015, berhasil ditandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) antara menlu, kapolri, kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), kepala PPATK, dan ketua Mahkamah Agung sebagai pedoman. Koordinasi antarlembaga ini menghasilkan mekanisme kerja yang dituangkan dengan SKB.


"Dengan SKB tersebut, maka proses pembekuan aset terduga teroris sebagaimana yang tercantum dalam daftar  Dewan Keamanan PBB No.1267 (UNSC 1267 List) dapat dilakukan dengan efektif, dan selain itu prosedurnya juga bisa diterima oleh FATF sebagai memenuhi standar FATF," kata dia.


Atas kemajuan Indonesia itu, maka pada sidang ICRG/FATF di Paris Februari 2015, Indonesia disepakati untuk keluar sementara dari daftar hitam FATF, yaitu menjadi berada dalam status daftar abu-abu
(grey area)
. FATF juga memutuskan untuk dilakukan proses evaluasi terhadap Indonesia dengan mengirimkan
Onsite Visit Team
ke Indonesia pada Mei 2015.


Pada sidang ICRG yang digelar Senin 22 Juni 2015,
Onsite Visit Team
FATF yang terdiri atas Filipina (selaku ketua), India, Australia, Kanada, AS, dan perwakilan dari Sekretariat Asia Pacific Group on AML/CFT (APG) melaporkan kepada Sidang ICRG tentang kemajuan Indonesia dalam memberantas pendanaan terorisme.


Puncaknya, pada sidang FATF yang digelar hari ini, Kamis, 25 Juni 2015, Indonesia telah resmi dinyatakan keluar dari daftar negara yang diduga mendanai aksi terorisme.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya