Manfaat RI Keluar dari Daftar Hitam Pendanaan Teroris

Polisi berjaga-jaga di suatu lokasi penangkapan beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Maulana Surya
VIVA.co.id
Negara Ini Tuduh Iran sebagai Negara Teroris, Kok Bisa?
- Pada Rabu kemarin, Indonesia secara resmi dinyatakan keluar dari daftar hitam negara yang diduga mendanai aksi terorisme dan pencucian uang. Upaya keras agar keluar dari daftar itu telah dilakukan Indonesia sejak 2013. 

Mantan Teroris Poso Dukung Penuntasan Masalah Terorisme di Sulawesi Tengah
Menurut keterangan tertulis Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Agus Santoso, yang diterima VIVA.co.id pada Kamis, 25 Juni 2015, ada tiga manfaat bagi Indonesia setelah dicoret dari daftar hitam itu. 

8 Terduga Teroris Jaringan JI Ditangkap, Polisi Ungkap Ada yang Berperan Jadi Bendahara
"Pertama, Indonesia menjadi sejajar dengan negara-negara lain, khususnya selaku anggota G20. Kedua, diharapkan status ini segera mendorong peningkatan rating investment grade Indonesia," papar Agus. 

Ketiga, bisa memberikan sinyal bahwa Indonesia memiliki komitmen yang kuat terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme, baik di yurisdiksi Indonesia atau dalam rangka kerja sama regional dan internasional.

Manfaat lain yang tak kalah penting, dengan diakui keandalan rezim anti pencucian uang (AML) dan rezim Perlawanan Pendanaan Terorisme (CFT) Indonesia oleh Satuan Aksi Tugas Keuangan (FATF), maka RI bisa menyatakan kepada dunia mengenai kualitas integritas di Tanah Air. 

"Sehingga, sistem keuangan nasional kita tidak dijadikan sarana maupun sasaran kejahatan pencucian uang," kata Agus. 

Perjuangan untuk bisa keluar dari daftar hitam FATF dimulai dengan menerbitkan UU No 9 Tahun 2013 mengenai pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme. Tetapi, berdasarkan penilaian FATF, UU itu memiliki kelemahan strategis karena dianggap tak memenuhi kaidah standar FATF. 

Agus menyebut pada kenyataannya bukan suatu proses yang mudah untuk menyatukan pandangan antar institusi dalam membuat suatu pedoman untuk mengimplementasikan UU tersebut. Sekaligus untuk menjadi solusi mengatasi kelemahan yang disebut FATF. 

Akhirnya pada 11 Februari 2015, berhasil diteken satu Surat Keputusan Bersama (SKB) antara menlu, kapolri, kepala BNPT, kepala PPATK, dan Ketua MA RI yang dijadikan pedoman. Dengan SKB itu, proses pembekuan aset terduga teroris sesuai yang tercantum di dalam Daftar Dewan Keamanan PBB No. 1267 dapat dilakukan secara efektif. 

Atas kemajuan itu, dalam sidang ICRC/FATF di Paris pada Februari 2015, disepakati Indonesia keluar sementara dari daftar hitam dan berubah status menjadi abu-abu. 

"Tim FATF juga memutuskan dilakukan proses evaluasi terhadap Indonesia dengan melakukan on site visit ke RI bulan Mei lalu. Sementara itu, di sidang ICRG pada Senin kemarin, tim on site FATF yang terdiri atas Filipina (ketua), India, Australia, Kanada, Amerika Serikat dan perwakilan Sekretariat Asia Pacific Group on AML/CFT (APG) melaporkan kepada Sidang ICRG mengenai hasil positif dalam proses evaluasi pada Mei lalu," papar Agus. 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya