Dubes Zahrain: Militer Malaysia Tak Pernah Terobos Area RI

Dubes Malaysia Bicara Kebijakan Maritim Indonesia
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
- Duta Besar Kerajaan Malaysia untuk Indonesia, Zahrain Mohamed Hashim menepis klaim RI militer mereka pernah melakukan aksi penerobosan. Menurut pria keturunan Minangkabau Penang itu, apa yang terjadi saat ini merupakan hal umum, lantaran di beberapa area, masih belum dicapai kesepakatan antara RI dengan Malaysia. 

Hal itu disampaikan Zahrain di gedung Kedutaan Besar Malaysia di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu, 8 Juli 2015. Menurut isu sengketa perbatasan berpangkal ketika membuat pemetaan kedua negara saling bersikeras mempertahankan klaim masing-masing.

"Malaysia mengatakan area ini milik kami, begitu pun Indonesia. Tidak ada hal yang bersifat jahat. Hanya perbedaan klaim saja yang dibuat," kata Zahrain.

Dia menjelaskan perbedaan terkait pemetaan masuk ke dalam tugas komite teknis. Komite tersebut yang bertugas untuk menuntaskan hal teknis terkait sengketa area perbatasan. Total, sudah ada 27 kali pertemuan yang dilakukan oleh komite teknis kedua negara.
Organisasi Malaysia Minta Indonesia Ganti Rugi Akibat Asap

"Tetapi, kami belum menuntaskan apa pun," Zahrain menambahkan.
Mahathir: Konflik Perbatasan Diselesaikan dengan Perundingan

Malaysia juga memiliki komite lainnya yakni komite khusus. Zahrain mengatakan komite tersebut seharusnya dikepalai oleh orang-orang penting dari kedua negara. 
DPR Apresiasi Upaya Pemerintah Dekati Negara Pasifik

Namun, dia menggaris bawahi untuk menyelesaikan isu perbatasan dibutuhkan niat politik di antara kedua pejabat tinggi. Oleh sebab itu, kedua pemimpin sepakat untuk menunjuk utusan khusus.

Malaysia menunjuk mantan Sekretaris Jenderal di Kementerian Luar Negeri mereka Tan Sri Mohd Radzi Abdul Rahman sebagai utusan khusus. Sementara, Indonesia menunjuk mantan Duta Besar RI di Jerman, Eddy Pratomo. Namun, kedua utusan khusus belum mulai melakukan pertemuan pertama. 

Zahrain berjanji akan mengupayakan untuk bertemu dengan Eddy usai libur Idul Fitri. 


Bingung

Dalam kesempatan tersebut, Zahrain turut mengungkapkan kebingungannya terkait isu pelanggaran wilayah perbatasan yang kerap disebut media Indonesia dilakukan oleh Negeri Jiran. Khawatir terbawa pemberitaan, mantan anggota parlemen itu berusaha untuk mencerna secara hati-hati informasi yang disampaikan.

Salah satu yang membuatnya bingung yakni mengenai pemberitaan ada tujuh nota protes yang telah dibuat oleh Pemerintah Indonesia. Pemberitaan semula tujuh nota protes telah dilayangkan Kemlu RI atas pelanggaran yang dilakukan militer Malaysia di wilayah Ambalat. 

"Kemudian, jumlah nota protes berubah menjadi dua lalu berpindah lokasi pula untuk keterangan pelanggaran dari Ambalat ke Sebatik. Karena sering kali beritanya berubah, saya tak memahami isunya mengenai apa. Sejauh ini, militer kami mengatakan tak ada aksi penerobosan," kata dia. 

Zahrain menambahkan, media di Tanah Air saja yang terlalu bersemangat memberitakannya. Menanggapi komentar Zahrain, Direktur Perjanjian Politik, Keamanan dan Kewilayahan Kemlu RI, Octavino Alimudin, mengatakan tak mungkin Pemerintah Indonesia mengajukan protes hanya dengan menerka-nerka.

"Sebelum mengajukan protes, tentu kami telah bekerja sama dengan TNI untuk memperoleh informasi tambahan mengenai titik koordinat, lokasi, dan kapan itu terjadi. Dua nota protes telah kami layangkan ke pihak mereka," papar Octavino yang dihubungi VIVA.co.id melalui telepon pada Rabu malam. 

Salah satu kejadian yang diakui oleh Malaysia, kata Octavino yakni pelanggaran yang terjadi pada Minggu, 30 Juni 2015 kemarin di area Sebatik. Saat itu sebuah helikopter Malaysia yang tengah mengangkut Menteri Dalam Negeri Ahmad Zahid Hamidi mendarat di helipad Satgas Pamtas 512.

"Perwakilan perusahaan pemilik helikopter ketika itu mengajukan permintaan maaf kepada KJRI di Kota Kinabalu," Octavino menjelaskan.

Dua nota protes yang telah dilayangkan oleh Pemerintah RI, dia menambahkan, untuk kejadian di bulan Januari 2015 saja. Area pelanggaran juga terjadi di Sebatik.

Sementara, terkait dengan dua nota protes yang diklaim belum diterima Negeri Jiran, Octavino mengatakan kemungkinan mereka harus memastikan terlebih dahulu di lapangan mengenai informasi tersebut. Baru kemudian bisa merespon nota protes Pemerintah RI.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya