Belum Ada WNI Diberikan Izin Tinggal Permanen di Hong Kong

Perwakilan KJRI Hongkong menyerahkan peti jenazah TKI Wiji Astutik
Sumber :
  • VIVA.co.id/Dyah Pitaloka

VIVA.co.id - Konsul Jenderal RI di Hong Kong, Chalief Akbar, mengatakan, hingga saat ini belum ada WNI yang diberikan izin tinggal tetap permanen oleh Pemerintah Hong Kong kendati telah mengantongi recognition paper.

Situasi Makin Memburuk, TKI di Suriah Kembali Dipulangkan

Recognition paper merupakan dokumen yang diajukan oleh warga negara asing untuk bisa menjadi warga Hong Kong. 

Demikian ungkap Chalief ketika memberikan keterangan pers di kantor Kementerian Luar Negeri di kawasan Pejambon, Jakarta Pusat, pada Kamis, 20 Agustus 2015.
Tinggal Enam hari, Keluarga Sandera Abu Sayyaf Khawatir

Chalief menyebut total 8.000 orang telah mengajukan permohonan untuk menjadi warga Hong Kong dan mengantongi recognition paper tersebut. Dari sekian banyak itu, hanya 10 persen pelamar berasal dari Indonesia.
TKI di Korea Diminta Hentikan Adu Jotos

"Namun, sampai saat ini, dari ribuan pemegang recognition paper, belum ada satu pun izin tinggal permanen yang dikabulkan Pemerintah Hong Kong. Itu sesuai dengan aturan di sana," ujar dia. 

Recognition paper menjadi celah hukum yang dimanfaatkan oleh banyak TKI yang telah tinggal di Hong Kong melebihi batas waktu atau overstayer. Dengan memegang dokumen tersebut, para TKI overstayer ini bisa memperpanjang masa tinggalnya di Hong Kong. 

Namun, selama memegang recognition paper itu mereka dilarang untuk bekerja. 

Menurut staf KJRI Hong Kong, yang pernah ditemui VIVA.co.id di Malang Juni lalu, salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pelamar recognition paper yakni mereka harus menyerahkan paspor dan mengajukan diri sebagai pengungsi ke imigrasi di Hong Kong. 

"Pemegang dokumen ini berarti sudah bukan WNI, karena mereka secara sadar dan sengaja melepas paspor," kata Agustav. 

Selain bisa tinggal di Hong Kong tanpa paspor, pemegang recognition paper juga memperoleh bantuan berupa uang subsidi sebesar HK$1.200 atau setara Rp2 juta per bulan. 

"(Mereka) tidak mendapat tempat tinggal, tetapi dapat subsidi dengan syarat tak boleh bekerja," kata dia. 

Isu recognition paper ini muncul ketika TKI asal Malang, Wiji Astutik ditemukan tewas tergeletak di trotoar jalan di Hong Kong. Wiji ditemukan oleh seorang pejalan kaki. 

Identitasnya terkuak, ketika ditemukan recognition paper di pakaiannya. Wiji diketahui telah mengantongi recognition paper itu sejak 2008. 

Wiji masuk ke Hong Kong pada 2007. Sesuai dengan ketentuan izin kerja, maka seharusnya warga asal Malang itu kembali ke Indonesia pada 2009.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya