Bertemu Wakil PM Malaysia, Luhut Bahas Penanganan Kabut Asap

Wakil Perdana Menteri Malaysia, Ahmad Zahidi Hamidi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Nadlir
VIVA.co.id
- Wakil Perdana Menteri Kerajaan Malaysia Ahmad Zahid Hamidi bertemu dengan Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Luhut Binsar Pandjaitan pada hari ini untuk membahas langkah-langkah antisipasi kebakaran hutan di Pulau Sumatera dan Kalimantan. Malaysia menjadi salah satu negara yang terkena dampak dari kabut asap kebakaran perkebunan di Indonesia.

"Kami bicarakan soal kabut dan langkah-langkah yang bisa diambil Pemerintah Indonesia, untuk mengatasi masalah itu," kata Ahmad yang ditemui pagi tadi.

Dia menambahkan, dalam pertemuan tersebut kedua belah pihak juga membahas solusi atau rencana jangka panjang yang bisa dilakukan. Beberapa Menteri yang bertanggung jawab dalam hal tersebut akan membuat kebijakan yang lebih mendetail soal hal itu.

Selain membahas mengenai kabut asap, kedua pejabat tinggi juga sempat menyentuh isu perbatasan, terkait flight information region (FIR). Menurutnya, soal FIR nantinya akan diselesaikan dengan cara kesepakatan membayar pajak.
'Hubungan Indonesia-Malaysia Sangat Spesial'

"Saya senang sekali karena chemistry dengan Pak Luhut baik. Saya pikir, permasalahan-permasalahan yang belum  terungkap dapat terselesaikan dengan adanya hubungan yang baik ini," kata dia.
Penerapan Sertifikat Halal di Malaysia Diatur oleh Negara

Luhut dan Ahmat turut membicarakan mengenai ekonomi dan soal yang terkait sosial, termasuk legalisasi TKI yang masuk ke Negeri Jiran tanpa izin. 
'Malaysia Sudah Menerapkan KTP Anak Sejak Merdeka'

"Kami berharap mereka bisa pulang kembali ke Tanah Air dan diberi dokumen," ujar Ahmad. 

Sebelumnya, Pemerintah Indonesia menyatakan siap untuk mengambil alih pelayanan ruang udara atau flight information region (FIR) di kawasan udara Natuna dan Kalimantan Utara yang berbatasan dengan Sarawak, Malaysia.

FIR sendiri diperlukan untuk memberikan keselamatan dalam penerbangan sipil. Persiapan teknologi hingga sumber daya manusia dipercepat agar FIR yang dikuasai Singapura sejak tahun 1946 itu bisa diambil alih paling lambat tahun 2019.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya