Kondisi Kesehatan Raja Thailand Terus Memburuk?

Raja Thailand Bhumibol Adulyadej
Sumber :
  • REUTERS/Kerek Wongsa
VIVA.co.id
Indonesia-Thailand Kuatkan Kerja Sama Ekonomi
- Publik Thailand kini mulai cemas terhadap kondisi kesehatan Raja Bhumibol Adulyadej yang telah bertahta selama hampir 70 tahun. Menurut laporan harian
New York Times (NYT)
Thailand Heran RI Tak Impor Bawang Merah
dari seorang sumber, kondisi Bhumibol terus memburuk. 

Ledakan di Thailand, Satu Tewas
Harian Sydney Morning Herald (SMH), Selasa, 22 September 2015, melansir kekhawatiran itu kian tercermin ketika istana telah menerbitkan buletin medis berisi detail penyakitnya. Kemudian, dalam beberapa hari terakhir, puteri bungsu Raja, menggelar sesi ibadah dengan mendatangkan Bhiksu. Padahal, menurut kebiasaan, ritual tersebut hanya digunakan untuk pasien yang benar-benar telah mengalami penyakit kronis dan sulit disembuhkan. 

Kekhawatiran terhadap kondisi Bhumibol membuat kecemasan di seluruh Thailand. Sebab, dia tidak hanya dianggap sebagai simbol di Negeri Gajah Putih, tetapi ikon yang bisa menyatukan dua golongan yang hidup di Thailand. 

Sementara, pewaris tahta, Putera Mahkota Maha Vajiralongkorn, sulit menggantikan sosok Raja, sebab dia dikenal memiliki reputasi sebagai playboy dan hidup mewah. Dia dikenal telah bercerai tiga kali dan selama beberapa tahun terakhir memilih menghabiskan waktu di Eropa. Untuk bisa meraih kepercayaan publik, dia harus berupaya keras. 

Maka, banyak warga Thailand yang berharap, Puteri Mahkota Sirindhorn, yang akan menggantikan Bhumibol jika dia wafat. Namun, membicarakan isu transisi di Thailand bukan lah subjek yang bisa didebatkan. 

Selain dianggap sensitif, Raja masih hidup, ada aturan tertulis di dalam UU mereka, membicarakan mengenai Raja dianggap sebagai bentuk penghinaan. Maka, bisa dikenai UU Lese-Majeste yang berujung pada hukuman bui hingga 15 tahun. Raja juga dianggap sebagai sosok setengah dewa oleh rakyatnya. 

Fotonya dipajang di setiap rumah dan gedung perkantoran. Ketika bertemu Raja pun, warga harus melakukan ritual berlutut. Ritual tersebut sebenarnya telah dihapus di abad ke-19 lalu, tetapi di era Bhumibol justru dihidupkan kembali.

Untuk melihat seberapa populer Putera Mahkota Maha dibandingkan adiknya juga sulit. Sebab, publik tidak diizinkan untuk menggelar polling terkait isu itu. 

NYT pun juga menyebut, cara selain menggunakan unggahan artikel di dunia maya tanpa identitas dan kritik pihak asing pun bukan topik yang bisa didiskusikan. Sementara, sikap Pemerintah Thailand sudah bisa ditebak jika diskusi mengenai hal tersebut tetap nekad dilakukan. Mereka akan segera menghentikan diskusi itu atau menarik diri dengan menepis komentar yang disampaikan. 

Sebagai contoh pada tahun 2010 silam, mantan Menteri Luar Negeri, Kasit Piromya diminta untuk berbicara di Kampus John Hopkins, Washington. Saat itu, Kasit mendorong agar warga Thailand tidak takut membicarakan isu yang dianggap tabu. 

"Saya pikir, kita harus membicarakan mengenai institusi monarki. Bagaimana institusi tersebut harus mereformasi sehingga menyesuaikan diri dengan dunia modern dan global, seperti Inggris atau Belanda atau Denmark," papar Kasit. 

Begitu didengar hingga ke Bangkok, juru bicara pemerintah buru-buru memberi komentar bahwa pernyataan itu menggambarkan pendapat pribadi dan bukan pernyataan resmi. Posisi militer terhadap keluarga Kerajaan juga ikut mendukung. 

Jenderal Prayuth Chan O-cha bahkan bersikap agresif dengan membui beberapa orang yang keras mengkritik kerajaan. Bahkan, tahun ini saja, Pemerintah Thailand telah menghabiskan dana hingga US$540 juta untuk biaya kampanye dan promosi bertajuk "pemujaan, lindungan dan tegakan monarki". Kampanye itu termasuk menayangkan iklan televisi, seminar di sekolah-sekolah dan penjara, kontes menyanyi dan kompetisi menulis novel serta membuat film pendek. 

"Ini bukan propaganda," kata Prayuth. 

Raja pun terlihat berpihak dalam dua kudeta yang dilakukan oleh militer Thailand. 

Dalam pandangan salah satu ahli mengenai kerajaan, Somsak Jeamteerasakul, ada dua kemungkinan bagi nasib Kerajaan Thailand di masa depan. 

"Entah mereka melakukan transformasi menjadi kerajaan yang modern seperti di Eropa atau Jepang atau tidak berubah lalu menjadi republik secara definitf. Tidak ada pilihan ketiga," kata Somsak melalui akun Facebooknya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya