Ini Alasan Lamanya Proses Identifikasi Korban Mina

Jemaah haji yang terluka akibat terinjak-injak di Mina, Arab Saudi
Sumber :
  • REUTERS/Directorate of the Saudi Civil Defense/Handout via Reuters

VIVA.co.id - Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Abdul Djamil, menegaskan bahwa kementerian mengerahkan tim khusus yang tergabung dalam Satuan Operasional Arafah-Muzdalifah-Mina (Armina)

Jumlah Korban Tragedi Mina 2.070 Jiwa

Dilansir dari laman resmi Kemenag, Sabtu malam 26 September 2015, hal ini dilakukan untuk mencari keberadaan jemaah haji Indonesia yang dilaporkan belum kembali ke pemondokan, sejak peristiwa Mina terjadi pada Kamis lalu.

Menurut Djamil, pada hari pertama terjadinya peristiwa Mina, prioritas penanganan Saudi pada evakuasi, sehingga akses yang diberikan kepada pihak luar sangat terbatas.

Arab Saudi: Investigasi Tragedi Mina Masih Butuh Waktu

Otoritas rumah sakit Al-Jizr, Djamil melanjutkan, juga mengatakan hal yang sama bahwa prioritas mereka adalah menolong mereka yang masih mungkin bisa dirawat.

“Hal yang terkait dengan identifikasi belum memperoleh perhatian maksimal,” ujarnya dalam kesempatan jumpa pers di Daker Makkah.

Putra Mahkota Saudi Gelar Pertemuan Soal Tragedi Mina

Proses identifikasi baru dibuka, setelah secara berangsur jenazah korban dikirim ke pusat pemulasaran di Muaishim dari berbagai rumah sakit. Tim Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi juga baru mendapatkan akses untuk melihat jenazah pada Jumat malam.

“Semalam, tidak kurang 500 jenazah yang ada di sana. Kami datang ke sana dan punya akses masuk ke kamar jenazah, membuka peti yang sudah disiapkan dan kami persiapkan melakukan identifikasi,” ujar Djamil.

Meski demikian, proses penelusuran dan identifikasi itu tidak sederhana. Sebab, sebagian besar jasad jemaah tidak menggunakan gelang identitas. Tas yang selalu dibawa juga tidak melekat, sehingga perlu melakukan periksa ulang kepada ketua kloter atau ketua rombongan.

Menurut Djamil, hal pertama yang dilakukan dalam proses identifikasi adalah mencermati foto-foto jenazah yang pada malam itu, yang jumlahnya lebih dari 500 lembar. Pengamatan dilakukan pada faktor eksternal, seperti penampakan wajah yang khas Indonesia, serta ada atau tidaknya kain ihram dengan tulisan Indonesia.

“Jadi, sekecil apa pun petunjuk yang bisa kami peroleh, itu yang bisa kami jadikan sebagai pintu masuk untuk penggalian lebih lanjut. Ini yang tidak bisa dilakukan sembarangan, karena menyangkut data akurasi mengenai seseorang. Itu yang memang memerlukan waktu,” ujar Djamil.

Setelah dilakukan identifikasi awal melalui foto, langkah selanjutnya adalah identifkasi korban di kamar jenazah. Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi  tanda-tanda yang masih bisa dijadikan pintu masuk untuk mengenali korban.

“Jika  tidak ada, kami perlu cross check kepada ketua kloter, dan itu dilakukan, misalnya, untuk mengidentifikasi seseorang yang tidak ada tandanya, baik gelang, nomor kloter maupun paspor,” kata Djamil.

“Kami harus melakukan pendalaman lebih lanjut, untuk sampai pada kesimpulan bahwa orang yang ada di kamar jenazah adalah jemaah haji Indonesia yang benar-benar telah wafat,” tuturnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya